Bambang Brodjonegoro: Mau Jadi Negara Maju? Contohlah SDM Korea Selatan dan Swedia
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro. (Foto: Setkab)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah terus mendorong ekonomi nasional berbasis inovasi. Hal ini untuk mengejar target 2045 Indonesia menjadi negara maju.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan, untuk menjadi negara maju ada banyak hal yang harus dilakukan Indonesia. Salah satunya adalah perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM).

"Kunci untuk kita bisa loncat menjadi negara maju, pertama terletak di perbaikan kualitas SDM-nya. Mungkin nanti bisa dibahas dengan menteri pendidikan bagaimana caranya agar SDM kita benar-benar menjadi aset," tuturnya, dalam webinar Integrated Launching & Kick Off: IBIMA Membantu Mempercepat Pemulihan Ekonomi & Industri Nasional, Selasa, 10 November.

Kata Bambang, Indonesia bisa mencontoh Korea Selatan dan Swedia. Meski kedua negara ini tidak lebih besar dari Indonesia dan tak memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah, namun tetap bisa tumbuh menjadi negara maju dan keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah.

"Saya ambil contoh negara Korea Selatan dan Swedia mereka berdua tidak dikenal sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam justru yang membuat mereka jadi lebih cepat keluar dari middle income trap itu adalah sumber daya manusianya," katanya.

Lebih lanjut, Bambang berujar inovasi yang diharapkan harus didorong dari kemampuan sumber daya manusia (SDM) terutama di tingkat riset, pengembangan, sampai kepada hilirisasi hasil riset.

"Untuk mendorong cita-cita sebagai negara yang berbasis inovasi tersebut tentunya kita harus buat kerangkanya. Terutama dalam hal implementasinya itu yang kita sebut dengan triple helix. Jadi yang bisa mendorong inovasi di Indonesia adalah triple helix," jelasnya.

Bambang mengatakan, triple helix yang saat ini didorong pemerintah adalah academia, businesss, dan government (ABG). Pada tahap awal ini pemerintah memang hanya menggabungkan tiga unsur ini.

"Kenapa cuma tiga? Karena kami menganggap ini memang awalnya nanti kalau hubungan ketiga stakeholder ini sudah mantap, smooth maka kemudian keterlibatan yang lain baik masyarakat media maupun kelompok lainnya akan lebih mudah. Tetapi fondasinya harus dibangun dengan triple helix yang kokoh," jelasnya.

Triple helix, kata Bambang, mempunyai tujuan agar dunia industri, dengan dunia akademik lebih dekat. Artinya, saling dapat mengerti apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan masing-masing.

Misalnya dari perguruan tinggi. Harus diakui, kelemahan perguruan tinggi belum bisa membaca pasar. Tapi memiliki kelebihan yaitu banyak inisiatif dan juga punya base knowledge untuk melakukan inovasi. Sementara, dunia industri sangat paham apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, tapi kelemahannya kurang didukung dengan kemampuan mengembangkan produk.

"Dengan melihat kekurangan dan kelebihan ini. Maka pemerintah termasuk kementerian kami harus turun tangan memfasilitasi pertemuan yang lebih interaktif antara industri dan akademisi. Sehingga akhirnya akan muncul inovasi yang langsung menjawab kebutuhan masyarakat," jelasnya.