Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan Indonesia harus menjadi negara maju pada 2045 agar tidak terjebak pada status negara berpendapatan menengah (middle income trap).

"Saya menegaskan 2045 penting bukan hanya merayakan 100 tahun kemerdekaan. Kalau deadline 2045 tidak bisa kita penuhi, susah atau belum berhasil keluar dari middle income trap pada 2045, akhirnya kita harus melupakan mimpi itu," ucap Bambang dalam webinar bertajuk "50 Tahun Nalar Ajar Terusan Budi" di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 4 Agustus.

Pasalnya, saat ini Indonesia sedang mengalami bonus demografi, dimana penduduk Indonesia didominasi oleh usia muda yang produktif. Di banyak negara, bonus demografi merupakan salah satu pendorong negara berpendapatan menengah naik tingkat menjadi negara berpendapatan tinggi.

"Korea Selatan dan Jepang bisa melakukan, Indonesia belum membuktikan," kata Bambang.

Melewati 2045, Bambang memperkirakan banyak penduduk yang mulai menua sehingga Indonesia akan didominasi oleh penduduk berusia tua atau aging society. Penduduk usia tua pun tidak akan bisa lebih produktif karena kekuatan tubuhnya menurun.

"Kalau sudah aging, pensiun, kesehatan tidak seprima dulu, agak susah menjadi orang kaya tadi. Karena itu, kita harus menjadikan 2045 itu tidak hanya simbol 100 tahun, tapi semacam deadline yang tidak boleh terlewat," imbuhnya.

Karena itu, menurutnya, Indonesia perlu mulai mendasarkan perekonomian pada inovasi dan bukan sumber daya alam (SDA) semata. Dengan inovasi, SDA dapat diproses agar bernilai lebih tinggi yang akhirnya berdampak positif bagi pendapatan per kapita tiap penduduk.

"Kita punya kekayaan dari biodiversity kita, misalkan untuk obat herbal yang sekarang hanya dikenal sebagai jamu atau OHT (Obat Herbal dan Tradisional). Sudah saatnya dengan riset serius, kita lahirkan obat yang bisa diresep dokter yang berasal dari bahan herbal," ucapnya.

Ia berharap bahan baku obat-obatan yang saat ini masih impor bisa segera diganti oleh bahan baku dari dalam negeri. menurutnya, saat ini investasi di bidang kimia dasar masih belum cukup untuk menghasilkan komponen kimia yang bisa dijadikan obat.

Bambang juga berharap Indonesia tidak cepat bangga menjadi pengekspor nikel terbesar. Selain di smelter, nikel harus diolah lebih jauh lagi, misalnya menjadi baterai kendaraan listrik, agar nilainya makin tinggi.

"Jangan sampai puas nikel diolah di smelter kemudian diekspor ke negara lain, dan negara lain jadi produser baterai listrik yang terbesar di dunia," imbuh Bambang.