Bagikan:

JAKARTA - Ahli hukum pidana Taufik Rachman mengatakan saksi suatu kasus tindak pidana korupsi tak selalu harus dihadirkan dalam persidangan di pengadilan.

"Tak harus ada saksinya, ada kalanya suatu tindak pidana itu sama sekali tidak ada saksinya. Jadi keterangan saksinya bisa diperoleh melalui petunjuk ataupun alat bukti surat, ataupun keterangan dari ahli," ujar Taufik di sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dilansir ANTARA, Senin, 25 Juli.

KPK menghadirkan Taufik sebagai ahli dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan terkait dengan dugaan kasus suap mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming.

Dalam keterangannya, Taufik menjelaskan riwayat transaksi dan petunjuk pemberian suap bisa digunakan sebagai alat bukti.

"Jadi tidak selalu ada saksi yang melihat, bisa jadi ada alat bukti yang lain, berkaitan dengan transfer dana, ataupun hal-hal lain yang sifatnya memberikan terjadinya suap tersebut," kata Taufik.

Taufik mengatakan pembuktian kasus suap bisa dilakukan dengan beragam cara sehingga pemberinya pun tak perlu dihadirkan dalam persidangan.

"Yang terpenting dalam tindak pidana suap itu adalah pemberian itu yang dibuktikan. Contoh bisa dilihat dari transfer atau pencatatan, kemudian saksi yang mengantarkan penyelidikan yang melihat kejadian tersebut, tidak perlu pemberinya sendiri," ujarnya.

Mardani mengajukan permohonan praperadilan di PN Jaksel atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Mardani mendaftarkan permohonan praperadilan pada hari Senin (27/6) dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.

Permohonan praperadilan Mardani itu teregistrasi dengan nomor perkara 55/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL. Sebagai pihak pemohon adalah Mardani dan pihak termohon adalah KPK.