Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim menemukan adanya penggunaan dana donasi oleh yayasan amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang tak sesuai peruntukannya. Salah satunya membayar gaji yang nominalnya mencapai ratusan juta per bulan.

"Juga digunakan untuk gaji para pengurus. Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi," ujar Wakil Direktur Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf kepada wartawan, Senin, 25 Juli.

Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan, para pengurus atau petinggi ACT mendapat gaji mulai dari Rp50 juta hingga Rp450 juta.

Jumlah gaji yang diterima sesuai dengan jabatannya masing-masing. Artinya, semakin tinggi jabatan, pendapatan yang didapat semakin besar.

"A (Ahyudin) Rp 450 juta, IK (Ibnu Khajar) Rp150 juta, HH (Heryana Hermain) dan NIA (Novardi Imam Akbari) Rp50 juta dengan Rp100 juta," ungkapnya.

Gaji besar itu didapat karena ACT membuat kebijakan pemotongan dana donasi. Jumlahnya mencapai 30 persen. Persentase pemotongan itu disepakati berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) pembina dan pengawas yayasan ACT.

"Perihal pemotongan donasi sekitar 20-30 persen, tahun 2020 bersama membuat opini dewan syari'ah yayasan act tentang pemotongan dana operasional sebesar 30 persen dari dana donasi," kata Helfi.

Ahyudin dan Ibnu Khajar sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan dana bantuan yayasan amal ACT.

Kemudian, penyidik juga menetapkan dua petinggi ACT lainnya sebagai tersangka. Mereka berinisial H dan NIA.

Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, mereka sampai saat ini belum ditahan. Penyidik akan melakukan koordinasi terlebih dulu untuk menentukan ditahan atau tidaknya keempat orang tersebut

Dalam kasus ini, para tersangka dipersangkakan Pasal 372 dan 374 KUHP, Pasal 45a Ayat 1 Jo Pasal 28 Ayat 1 UU ITE.

Kemudian Pasal 70 Ayat 1 dan 2 Jo Pasal 5 UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang yayasan. Serta Pasal 3,4 dan 5 tentang TPPU dan Pasal 55 Jo 56 KUHP dengan ancaman 20 tahun penjara.