China Belum Ucapkan Selamat kepada Biden, Takut Diguncang pada Sisa Pemerintahan Trump?
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Terpilih AS Joe Biden (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - China menjadi salah satu negara yang belum mengucapkan selamat kepada Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden. Pemerintahnya memilih menolak pembahasan mengenai ucapan tersebut saat menggelar jumpa pers. Ada apa?

Sudah lebih dari 24 jam media AS ramai-ramai memberitakan kemenangan Biden pada Pilpres AS 2020, namun China masih bergeming. Spekulasi bermunculan atas sikap negara komunis tersebut. Ada yang bilang, China menghindari apa pun yang dapat memperparah guncangan hubungan China-AS yang sudah retak beberapa waktu terakhir. 

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin dalam konferensi persnya mengatakan bahwa China telah "mencatat" deklarasi kemenangan Biden. Namun mereka masih mengaku masih menghormati prosedur penetapan resmi AS.

"Kami memahami bahwa hasil pemilihan umum akan ditentukan sesuai dengan hukum dan prosedur AS," kata Wang. "Kami akan menangani masalah pernyataan (selamat) sesuai dengan praktik internasional."

Berdasarkan keterangan CNN, Selasa 10 November, Wang tidak merinci apa yang mungkin terjadi dalam "praktik internasional" mengingat sejumlah besar negara telah memberi selamat kepada Biden, termasuk Inggris, Australia, Israel, Prancis, dan Jerman.

Rasa segan China untuk mengumumkan ucapan selamat kepada Biden muncul ketika media yang dikelola pemerintah China menunjukkan optimisme namun hati-hati. Mereka menganggap pemerintahan Biden kelak dapat membantu memulihkan hubungan AS-China yang memburuk selama masa jabatan Trump. 

Dalam tulisan yang diterbitkan pada Minggu 8 November, surat kabar milik pemerintah China Daily mengatakan bahwa hubungan dapat "diatur ulang menjadi lebih baik," terutama pada perdagangan. Kedua negara telah melancarkan perang dagang selama dua tahun yang merusak secara ekonomi tanpa akhir yang terlihat.

"Dengan mengikuti pendekatan ini dan memperkuat pemberat hubungan perdagangan, kedua negara dapat memperoleh kembali momentum yang umumnya positif yang telah menjadi ciri hubungan mereka selama empat dekade terakhir," tertulis.

Majalah nasionalis yang didukung pemerintah China, Global Times, menerbitkan tulisan berjudul 'Jatuhkan Ilusi atas Hubungan China-AS, Tetapi Jangan Menyerah.'  Tulisan tersebut merekomendasikan agar China berkomunikasi dengan tim Biden selengkap mungkin untuk upaya bersama yang lebih besar memulihkan hubungan China-AS. 

Namun, tulisan tersebut menyimpulkan bahwa pada akhirnya, China hanya dapat mengandalkan dirinya sendiri. "China harus menjadi negara yang tidak dapat ditekan atau digoyahkan oleh AS dan menjadikan kerja sama dengan China adalah pilihan terbaik bagi AS untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya." 

Ketegangan China-AS

Dalam minggu-minggu terakhir kampanye, Presiden Trump masih menekan China dan menjadikannya sebagai hal penting untuk dilakukan. Ia kerap menyalahkan China sebagai penyebab utama pandemi COVID-19 atau "virus China" seperti yang sering dia sebut.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, telah berkeliling Asia untuk menopang aliansi anti-China. Pompeo telah mengunjungi Jepang, India, dan beberapa negara lain di pinggiran China.

"Amerika sedang menghadapi tantangan China," kata Pompeo. Ia juga menyebut Partai Komunis China yang berkuasa adalah "ancaman terbesar bagi kebebasan dan demokrasi saat ini."

Analis mengharapkan Joe Biden mampu mengendalikan retorika jenis ini dan mengambil pendekatan yang lebih pragmatis ke China. Bahkan ketika Joe Biden mungkin sama curiganya dengan Trump terhadap pengaruh China. Jeff Moon, seorang analis dan mantan diplomat AS di China mengatakan dia mengharapkan Biden untuk melanjutkan "praktik tradisional yang sangat bergantung pada komunitas antar-lembaga AS dan sekutu tradisional Amerika." 

"Pendekatan itu akan menghasilkan pola keterlibatan bilateral yang lebih formal dan dapat diprediksi. Sehingga membantu mengatur kembali nada hubungan dengan menstabilkan hubungan AS-China secara keseluruhan dan menghindari kemungkinan kesalahpahaman yang dapat meningkatkan konflik," kata Moon.

Namun dia menambahkan bahwa masalah yang lebih dalam kemungkinan akan tetap tidak terpecahkan. "Setelah berdekade-dekade dialog dan kerja sama AS-China mengenai berbagai masalah bilateral, China secara konsisten menolak mengadopsi perubahan kebijakan dan reformasi yang menangani masalah Amerika," kata Moon. "Rumus pengaturan ulang China dengan demikian tidak dapat diterima oleh AS."