Bagikan:

JAKARTA - Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) urung mengumumkan kandidat calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) meski Golkar, PAN dan PPP sudah solid menyatakan bersama-sama pada Pilpres 2024 mendatang.

Direktur Eksekutif Institute of Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai KIB ideal jika mengusung pasangan Airlangga Hartarto-Ganjar Pranowo dalam pesta demokrasi lima tahunan itu.

Menurutnya, hasil survei yang menyebut pasangan Airlangga-Ganjar berpotensi menang Pilpres 2024 menarik untuk dibuktikan. Keduanya juga sudah memiliki modal partai pengusung.

"Hasil simulasi pasangan Airlangga-Ganjar yang dinilai berpotensi unggul tentu menarik untuk dibuktikan. Keduanya bisa menggunakan gerbong Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) sebagai kendaraan politik untuk mewujudkannya," ujar Umam di Jakarta, Kamis, 21 Juli.

Seperti hasil survei bertajuk "Titik Tengah Demokrasi Indonesia Menuju Pemilu 2024" yang dirilis Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) belum lama ini. Nama pasangan yang meraih elektabilitas tertinggi tertulis Airlangga-Ganjar.

Survei itu menguji potensi elektabilitas figur-figur kandidat berdasarkan simulasi tiga pasang capres atau cawapres, hasilnya pasangan Airlangga-Ganjar Pranowo di urutan pertama yang paling banyak dipilih responden. Disusul Prabowo Subianto-Muhaimin Iskandar kemduian Puan Maharani-Anies Baswedan.

Meski demikian, dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina itu menyebutkan, untuk menggolkan pasangan tersebut perlu adanya komunikasi antara KIB dengan PDIP. 

"Hanya saja Golkar, PAN dan PPP perlu mengkomunikasikan langkah pencapresan Ganjar itu kepada PDIP dengan baik," kata Umam.

Menurut Umam, komposisi Airlangga-Ganjar menyiratkan kondisi PDIP tidak mengajukan Ganjar dalam kontestasi 2024. Karena menurutnya, PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2019 seharusnya berada di depan dengan mengajukan posisi calon presiden dari internal partai.

"Di sisi lain, komposisi Airlangga-Ganjar juga berarti PDIP tidak akan mengusung Ganjar. Sebab, sudah jamak dipahami bahwa PDIP tidak ingin 'dinomorduakan'," tuturnya.

Umam menilai pencalonan pasangan Airlangga-Ganjar bisa terwujud dengan syarat, PDIP tidak mengusung Ganjar dalam Pilpres 2024. Sebab Ganjar dianggap mewakili wajah PDIP.

"Dengan kata lain, gerbong Airlangga-Ganjar bisa terwujud ketika PDIP sudah clear akan mengusung nama lain selain Ganjar, yang notabene dianggap lebih mewakili akar politik yang lebih kuat, memiliki kontribusi riil terhadap partai, dan memahami spirit perjuangan PDIP yang lebih baik," kata Umam.

Sementara, Ketua Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho menilai pasangan Airlangga-Ganjar akan saling menguatkan. Khususnya, dari persepsi ekonomi.

"Persepsi masyarakat terhadap perekonomian di Indonesia positif, insentif itu didapat oleh Airlangga sebagai Menko,” kata Dimas kepada wartawan, Kamis, 21 Juli.

Sedangkan Ganjar, lanjut Oky, popularitas dan elektabilitasnya melesat di berbagai survei, termasuk survei yang dilakukan ARSC. Modal ini, kata dia, membuat Ganjar dianggap mampu berpasangan dengan siapa saja, baik sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden.

Menurut Dimas, hasil survei kombinasi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang dinilai publik ideal adalah sosok ketua umum atau pimpinan partai politik dan sosok populer.

“Dari situ kita buat simulasi, siapa-siapa Ketua Umum yang mau maju dan figur yang punya popularitas. Kita ketemu nama dan kontraskan dengan data politik itu,” ungkap Dimas.

"Dan muncullah nama Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum Gerindra, Prabowo Subianto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Ketum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono. Sementara dari sosok yang populer ada Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Erick Thohir, Ridwan Kamil dan Puan Maharani," tambah dia.

Dimas menambahkan, hampir 40 persen dari responden survei adalah kaum muda. Dalam pilihan mereka, kata dia, tersirat keinginan dan harapan mereka pada pemilu 2024 mendatang.

“Dalam situasi krisis dan pasca krisis, sebuah bangsa harus mengambil harmoni, mencari keseimbangan. Kita rugi sebagai bangsa jika terjebak dalam kontestasi politik. Bahwa Pemilu bukan mencari perbedaan, tetapi persamaan,” tandasnya.