Bagikan:

KUPANG - Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Timur (NTT), Sony Zeth Libing mengatakan penataan kawasan wisata Pulau Komodo tidak berdampak pada kerusakan ekosistem dalam kawasan wisata Komodo maupun Pulau Padar.

"Pemerintah Provinsi NTT tegaskan bahwa dengan adanya kebijakan penataan terhadap kawasan wisata Komodo tidak berdampak terjadinya kerusakan ekosistem di pulau Komodo," kata  Sony dilansir ANTARA, Rabu, 20 Juli.

Sony mengatakan tidak ada kegiatan usaha yang dilakukan pihak tertentu di Pulau Komodo maupun Pulau Padar tetapi yang dilakukan adalah konservasi.

"Tidak ada rencana pembangunan hotel maupun fasilitas penginapan apapun di Pulau Komodo dan Padar. Tuduhan itu sangat tidak mendasar karena konsep yang dilakukan menjaga kelestarian Komodo dan konservasi," kata Sony Zeth Libing.

Menurut dia Pemerintah NTT tidak memiliki niat untuk membuat rusak dua tempat wisata di ujung barat Pulau Flores itu .

Dia mengatakan, Pemerintah NTT tidak memiliki niat mematikan sektor pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat dengan menaikkan tarif masuk Pulau Komodo dari Rp200 ribu menjadi Ro3,75 juta.

"Justru yang dilakukan adalah menjaga kelestarian kawasan Komodo. Dengan menjaga pariwisata secara baik maka sektor pariwisata bertumbuh dengan cepat," tegas dia.

Sonny menyebutkan adanya informasi sejumlah investor telah mengantongi izin untuk melakukan usaha di Pulau Komodo dan Padar merupakan tuduhan yang tidak mendasar.

"Kami tegaskan tidak ada komersialisasi di Pulau Komodo secara brutal. Kami akan tindak tegas apabila memang ada yang melakukan komersialisasi secara brutal dengan membangun fasilitas bangunan di kawasan Pulau Komodo," tegasnya.

Menurut Sonny, Pemerintah NTT hanya mengizinkan membangun fasilitas pendukung dalam kawasan wisata seperti kamar mandi, WC untuk memudahkan wisatawan yang telah membayar mahal sebesar Rp3,75 juta masuk ke Pulau Komodo.

"Dalam master plan penataan kawasan Pulau Komodo tidak ada restoran dan hotel yang dibangun dalam kawasan Pulau Komodo. Kami jamin hal itu tidak terjadi. Kami melihat ada pengalihan isu dari isu konservasi menjadi kerusakan lingkungan yang dilakukan pihak tertentu yang telah menerima keuntungan besar dari bisnis usaha wisata,” paparnya.