Bagikan:

JAKARTA - Aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja masih digelar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di depan Gedung DPR RI siang ini. 

Sebelumnya, KSPI telah menggelar aksi serupa berkali-kali di sekitar Istana Negara dan kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat. Aksi ini dikhawatirkan, karena menimbulkan kerumunan di masa pandemi COVID-19.

Menanggapi hal ini, Sekjen FSPMI KSPI, Riden Hatam Azis mengaku tahu ada risiko penularan virus Corona saat menggelar demo. Namun, kata Riden, risiko ini mereka pertaruhkan demi mempertahankan kesejahteraan buruh.

"Kami sadar betul bahwa ada risiko (penularan COVID-19) itu. Itulah mengapa kami mengatakan bahwa (aksi) ini menyambung nyawa para buruh karena risikonya sangat luar biasa," kata Riden di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin, 9 November.

Oleh sebab itu, jika pemerintah dan DPR serius menanggulangi penyebaran COVID-19, Riden meminta agar pemerintah dan DPR tidak mengambil keputusan yang dianggap merugikan masyarakat, seperti pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

"Kalau lah memang DPR RI dan pemerintah ini betul-betul ingin menerapkan protokol COVID-19, maka janganlah mengambil kebijakan-kebijakan menimbulkan keresahan di masyarakat. Hanya itu," ucap Riden.

Pantauan VOI di lokasi aksi, sejumlah buruh berkumpul di depan gerbang Gedung DPR RI, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Mereka membawa bendera serikat buruh dan mobil komando untuk berorasi.

Terpampang spanduk berukuran besar yang memenuhi gerbang masuk Gedung DPR. Spanduk tersebut bertuliskan, "Batalkan Omnibus Law, UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, naikkan UMP, UMK, dan UMSK 2021".

Saat ini, belum ada rekayasa lalu lintas dan penutupan jalan di depan Gedung DPR RI. Massa buruh mengambil sebagian jalur di Jalan Jenderal Gatot Subroto. Arus lalu lintas di depan Gedung DPR menjadi tersendat karena jalur dipersempit menjadi satu ruas jalan.

Tujuan KSPI menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR adalah untuk mendesak agar parlemen membuat legislative review UU Cipta Kerja untuk mencabut Omnibus Law. Selain itu, mereka juga punya tuntutan agar DPR memanggil Menteri Ketenagakerjaan untuk menaikkan upah minimum tahun 2021.