Irjen Napoleon Bonaparte: Saya Merasa Dizalimi
Irjen Napoleon Bonaparte dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor (FOTO: ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Terdakwa perkara dugaan suap penghapusan red notice Irjen Napoleon Bonaparte merasa dizalimi selama proses hukum kasus yang menjeratnya berlangsung. Irjen Napoleon beranggapan banyak tuduhan tak sesuai fakta yang dilayangkan terhadapnya.

"Dari bulan Juni sampai hari ini saya merasa dizalimi melalui pers, oleh pemberitaan-pemberitaan dan statement pejabat-pejabat negara yang salah tentang tuduhan penghapusan red notice," ujar Napoleon di akhir persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 9 November.

Napoleon mengatakan, Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri tidak memiliki kewenangan untuk menghapus red notice. Tapi, banyak pejabat negara yang beranggapan jika dia lah yang melakukannya.

"Karena sebagai Kadiv Hubinter Polri dan dulu pernah menjadi Sekretaris NCB Interppol kami yang paling tau mekanisme kerja interpol," kata dia.

Irjen Napoleon menegaskan jika siap membuktian bahwa semua tuduhan yang ada tidak benar. Bahkan semua tuduhan atau dakwaan itu didasari rencana untuk menzaliminya selaku pejabat negara.

"Tuduhan penerimaan uang, aaya siap untuk membuktikan bahwa semua itu adalah didasari rencana untuk menzolomi kami sebagai pejabat negara," kata dia.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Irjen Napoleon Bonaparte menerima uang ratusan ribu dolar Amerika Serikat (AS) dan Singapura dari Joko Tjandra. Uang itu diperuntukkan untuk menghapus red notice Joko Tjandra ketika masih menjadi buronan kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali.

"(Irjen Napoleon) Menerima uang sejumah SGD200.000 00 dan sejumlah USD270.000.00," ujar jaksa pada sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Senin, 2 November.

Dalam dakwaan, jaksa menyebut Irjen Napoleon memberi perintah untuk menerbitkan surat yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi. Surat itu diperuntukkan menghapus nama Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi.

Dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka berperan sebagai penerima dan pemberi. 

Untuk Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetyo Utomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga sebagai penerima suap penghapusan red notice. Sementara Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai pemberi suap.