NTT - Pemerintah Kabupaten Nagekeo di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta warga tidak melakukan aktivitas berburu secara adat dengan cara membakar hutan dan lahan (karhutla).
Hal itu dikatakan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Kebakaran Kabupaten Nagekeo Muhayan Amir merespons dua peristiwa karhutla di Lego Desa Aeramo dan Dadiwuwu, Kelurahan Lape pada Senin 18 Juli malam.
"Budaya kita itu berburu secara adat, pemerintah mendukung. Tapi berburu dengan bakar hutan itu pemerintah larang. Bicara berburu tidak harus bakar hutan, karena sekarang berburu bakar hutan itu pelanggaran," kata Amir ketika dihubungi, Selasa 19 Juli.
Saat ini, Amir menyebutkan, kepolisian tengah melakukan identifikasi dan penyelidikan awal penyebab kebakaran pada dua lokasi itu.
Ia mengatakan, beberapa wilayah setempat memiliki potensi karhutla di musim kemarau karena padang dipenuhi ilalang kering.
Dia menyebut, beberapa daerah memiliki tradisi berburu, seperti Aeramo, Nggolonio, Aesesa Selatan, Boawae, Ndora, dan Nangaroro.
"Apa ada hubungan berburu dengan kebakaran? Kita akan selidiki," kata dia.
Dia menegaskan, pemerintah tidak melarang aktivitas perburuan yang menjadi bagian dari budaya masyarakat.
Namun, apabila aktivitas berburu dilakukan dengan membakar hutan dan merusak lingkungan, maka hal itu merupakan bentuk pelanggaran.
Muhayan Amir mengajak segenap elemen masyarakat untuk ikut bertanggung jawab jika terjadi kasus kebakaran dalam wilayah masing-masing.
"Sekiranya ada kasus menimpa kita, mari kita bergandeng tangan memadamkan api di bawah koordinasi pemerintah setempat," tuturnya.
BACA JUGA:
Ia menjelaskan, para petugas berupaya memadamkan api yang mengarah ke pemukiman warga di daerah itu, sedangkan api yang menjalar pada daerah ketinggian yang tidak bisa dijangkau petugas tidak dapat dikendalikan, namun tetap dipantau.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nagekeo Agustinus Pone mengaku, telah melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan TNI-Polri untuk mengawasi potensi karhutla akibat ulah manusia.
Dia menyampaikan salah satu penyebab karhutla ulah manusia masuk dalam faktor sosial budaya, yakni aktivitas berburu.
Oleh karena itu, pihaknya melakukan pengawasan secara terpadu ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi itu untuk meminimalisasi karhutla.