Partai Masyumi Dinilai Punya Kans di Pemilu 2024 Meski Tantangannya Berat
Logo Partai Masyumi (Foto: commons.wikimedia.org)

Bagikan:

JAKARTA - Partai Masyumi kembali aktif setelah dideklarasikan pada Sabtu, 7 November atau bertepatan dengan ulang tahun partai ini yang ke-75. Partai tertua di Indonesia ini, dinilai punya kans di dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 meski diprediksi akan menghadapi tantangan berat.

"Tantangan Masyumi baru saat ini akan sangat berat karena tantangan dulu dan saat ini berbeda," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin saat dihubungi VOI, Senin, 9 November.

Dia mengatakan, Masyumi punya sejarah panjang, dari mulai saat didirikan, masa keemasan, hingga dibubarkan Presiden Soekarno. Sejarah ini harus dipelajari dan dikuasai oleh tokoh-tokoh Partai Masyumi saat ini.

Ujang melanjutkan, kans keberhasilan Masyumi di jagad politik Indonesia juga bergantung pada pengurus dan tokoh baru yang membesarkan partai ini. Termasuk dengan strategi yang akan mereka gunakan karena saat ini sudah ada beberapa partai berbasis Islam yang memiliki basis massa dan duduk parlemen, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). 

"Ini juga termasuk dengan apa yang ditawarkan Masyumi kepada rakyat. Apa yang menjadi pembeda dari partai-partai Islam yang sudah ada," tegasnya.

"Jadi kansnya tetap ada namun harus mampu bersaing denga partai-partai yang sudah ada saat ini," imbuhnya.

Lebih lanjut, untuk menjaga kans Masyumi bisa berjuang di pemilu, Ujang mengingatkan agar partai ini bisa berevolusi dan tidak mengacu pada cara pandang terdahulu yang dianggap kurang sesuai dengan masa kini. 

"Cara pandang saat ini adalah cara pandang milenial. Jadi cara pandang masa lalu harus disenergikan dengan cara pandang kekinian," ungkapnya. 

Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, Masyumi mungkin saja berpeluang mengikuti Pemilu 2024 karena waktunya masih cukup panjang. Namun, dia skeptis partai ini dapat meraih suara minimum untuk menempatkan wakil di parlemen.

Setidaknya ada dua hal yang dianggap Dedi mempersulit langkah partai ini, pertama adalah karena tidak solidnya suara pemilih Islam yang kini banyak diperebutkan oleh partai politik.

"Kedua, meskipun Masyumi hingga hari ini memiliki afiliasi pemilih sebut saja pemilih dari Sumatera Barat yang kental dengan nuansa Masyumi, hanya saja hari ini sudah terkonversi ke PKS dan sudah nyaman dengan pilihan tersebut," katanya.

Sehingga, jika partai ini ingin untuk melebarkan peluang mereka menuju Pemilu 2024, maka Masyumi harus bisa menyatukan kelompok Islam politis yang selama ini belum berpolitik seperti kelompok Front Pembela Islam (FPI), simpatisan gerakan 212, hingga berupaya merangkul Amien Rais.

Menurut Dedi, merangkul Amien Rais yang saat ini tengah berupaya mendirikan Partai Ummat dianggap sebagai cara yang bisa dilakukan Masyumi untuk memperkuat langkah mereka menuju Pemilu 2024 mendatang. "Kolaborasi semacam ini memungkinkan Masyumi mendapatkan persentase minimum," ujarnya.

Diketahui, acara deklarasi Partai Masyumi ini digelar di Gedung Dewan Dakwah, Jakarta Pusat. Pembacaan deklarasi dipimpin oleh Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PPII), A. Cholil Ridwan.

"Kami yang bertanda tangan di bawah ini, mendeklarasikan kembali aktifnya Partai Politik Islam Indonesia yang dinamakan 'Masyumi'," kata Cholil dalam deklarasi yang disiarkan secara virtual.

Dalam deklarasi tersebut, Partai Masyumi berjanji akan berjihad demi terlaksananya ajaran dan hukum Islam di Indonesia. 

Selanjutnya, dalam acara deklarasi itu mereka juga mengumumkan calon Majelis Syuro Partai Masyumi.

Adapun calon-calon Majelis Syuro di antaranya; mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua, mantan Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban, Wasekjen MUI Tengku Zulkarnain, Budayawan Ridwan Saidi, hingga Kiai Abdul Rosyid Syafei.

Masyumi awalnya dideklarasikan pada tahun 1945. Partai ini dulunya merupakan himpunan berbagai organisasi Islam yang ada di berbagai daerah di Indonesia saat masa penjajahan Jepang seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Perti, PSII dan lainnya. Mereka diizinkan menghidupkan kembali Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) oleh Balatentara Djepang pada 4 September 1942. 

Lalu setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada 3 November 1945 lewat Maklumat Pemerintah No. X, pemerintah menganjurkan untuk membentuk partai-partai politik. Maka partai-partai politik pun lahir dan salah satunya Masyumi.

Masyumi didirikan oleh beberapa tokoh Islam seperti Agus Salim, Abdul Kahar Muzakhar, Soekiman Wirosandjojo, Ki Bagus Hadikusumo, Muhammad Natsir dan lainnya. Menurut Anggaran Dasar Masyumi yang disahkan oleh KUII pada tahun 1945, mereka mempunya tujuan untuk menegakan kedaulatan negara Republik Indonesia dan agama Islam dan melaksanakan Cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan.

Selanjutnya, pada 1960, Presiden Soekarno pernah melarang Partai Masyumi. Rezim kala itu menuding partai ini melindungi Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). 

Soekarno lantas menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 200 Tahun 1960 tertanggal 17 Agustus 1960 untuk membubarkan partai ini. Selanjutnya, pada 13 September 1960, Pimpinan Pusat Masyumi menyatakan Partai Masyumi bubar.