JAKARTA - Anggota DPR RI menyoroti pro kontra terkait perubahan nama jalan di DKI Jakarta. Kebijakan tersebut mendapat banyak protes warga lantaran minimnya sosialisasi dan tidak melalui proses konsultasi warga terlebih dahulu.
Anggota DPR RI dari Dapil DKI Jakarta II Christina Aryani, menilai protes warga tersebut beralasan karena perubahan nama jalan membuat warga kerepotan mengganti dokumen kependudukan, mulai dari kartu tanda penduduk (KTP), kartu induk anak (KIA), kartu keluarga (KK), serta dokumen kependudukan lainnya.
"Konsekuensi perubahan nama jalan juga berimplikasi pada berubahnya dokumen administrasi warga, yang pengurusannya perlu proses. Kami mendapat banyak masukan warga yang meminta Pemrov DKI mengevaluasi lagi kebijakan ini," ujar Christina kepada wartawan, di Jakarta, Senin, 18 Juli.
Menurut legislator DKI itu, Pemrov DKI perlu membangun komunikasi intens dengan masyarakat terlebih dahulu utamanya di lokasi-lokasi yang bakal terjadi perubahan nama jalan agar kebijakan berjalan baik. Pemprov DKI, kata dia, harus dilibatkan dalam memutuskan perubahan nama daerahnya.
“Karena banyak juga warga yang protes akibat kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan ini. Tentu warga sebaiknya juga dilibatkan sehingga tidak terkesan dipaksakan," kata Christina.
VOIR éGALEMENT:
Politkus Partai Golkar ini menilai harus ada jaminan dari Pemprov yang memastikan konsekuensi perubahan nama jalan tidak membawa kesulitan bagi warga apabila kebijakan memang ini tidak bisa ditinjau kembali.
"Nah apakah sudah ada jaminan kemudahan ini dari Pemprov?," tanya Christina.
Diketahui, Pemprov DKI tetap mengubah 22 nama jalan di Jakarta dan tidak ada pengembalian ke nama jalan sebelumnya, meski ada yang menolak keputusan tersebut.
"Sampai saat ini keputusan dari Pemprov DKI tetap dengan nama jalan yang diubah," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota, Rabu, 6 Juli.
Menurut Riza, nama jalan yang diubah saat ini sebagai bentuk penghormatan Pemprov DKI Jakarta pada tokoh-tokoh Betawi. Di sisi lain, Riza mengaku juga memahami adanya penolakan sejumlah warga yang terdampak perubahan nama jalan.
Meski begitu, kata Riza, perubahan nama jalan tidak secara otomatis mewajibkan warga mengubah dokumen di waktu yang bersamaan. Seperti alamat pada STNK, baru akan diubah saat perpanjangan pajak tahunan. Begitupula dengan dokumen tanah akan diubah jika terjadi transaksi jual-beli.
Perubahan dokumen terkait perubahan nama jalan juga sudah dikoordinasikan dengan instansi terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kepolisian.
"Umpamanya sertifikat ya tidak perlu diganti sekarang, bagi BPN tidak jadi masalah tetap memahami bahwa tanah itu, sekalipun namanya berubah, yang lama, namanya dan ketika transaksi jual-beli, baru diganti nama yang baru, jadi tidak membebani," kata Riza.