Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengendus dugaan penggunaan perusahaan-perusahaan baru sebagai “cangkang” dari Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan pendalaman dugaan penggunaan perusahaan sebagai perusahaan cangkang dari ACT menjadi salah satu fokus yang didalami oleh pihaknya terkait kasus ACT tersebut.

"Adanya dugaan menggunakan perusahaan-perusahaan baru sebagai cangkang dari perusahaan ACT, ini didalami," kata Whisnu, Kamis, 14 Juli.

Dia menjelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 127/PMK.010/2016 pada Pasal 2 ayat (4) menyebutkan perusahaan cangkang (special purpose vehicle) dapat memperoleh pengampunan pajak, karena merupakan perusahaan antara yang didirikan semata-mata untuk menjalankan fungsi khusus tertentu untuk kepentingan pendirinya, seperti pembelian dan/atau pembiayaan investasi, serta tidak melakukan kegiatan usaha aktif.

"Perusahaan cangkang yang dibentuk, tetapi tidak beroperasi sesuai pendiriannya, hanya untuk sebagai perusahaan money laundering," kata Whisnu.

Menurut dia, penelusuran ini sesuai dengan informasi yang diberikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Nanti kami ungkap bahwa ada nama perusahaan-perusahaan yang menjadi cangkang dari ACT. Jadi seolah-olah perusahaan itu bergerak di bawah ACT, tapi sama saja bahwa yang menjalani dia-dia sendiri. Ada perusahaan a, perusahaan b, perusahaan c, ya dia-dia juga yang buat," ujar Whisnu.

Selain itu, penyidik juga mendalami dugaan penyelewengan penggunaan dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi 2018 lalu. Kemudian masalah penggunaan uang donasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya, yaitu terkait dengan informasi dari PPATK.

Hingga saat ini penyidik Dittpideksus Bareskrim Polri telah memeriksa 12 orang saksi. Hari ini ada 4 saksi yang diperiksa, yakni Pendiri ACT Ahyudin, Pengurus ACT atau Senior Vice President Global Islamic Filantropi Hariyana dan Novariadi Imam Akbar, serta Manager PT Lion Mentari Ganjar Rahayu.

Sebelumnya, penyidik memeriksa Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sejak Jumat (8/7). Pemeriksaan ini berlanjut Senin (11/7), Selasa (12/7), Rabu (13/7) hingga Kamis ini.

Dalam perkara ini penyidik mengusut dugaan pelanggaran Pasal 372 juncto 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.