Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim Polri menyebut ada perjanjian kerja sama antara yayasan amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan Koperasi Syariah 212. Perjanjian itu digunakan untuk mengaburkan konteks aliran dana hasil penyelewengan dana dari Boeing.

"Dibuat perjanjian untuk menutupinya dan yang digunakan adalah dana sosial Boeing," ujar Kasubdit 4 Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Kombes Andri Sudarmaji saat dikonfirmasi, Rabu, 3 Agustus.

Perjanjian itu terkait pemberian dana pembinaan UMKM dan kemitraan penggalangan dana (fund raising) sosial dan kemanusiaan sebesar Rp10 miliar.

Padahal, kata Andri, surat perjanjian itu hanyalah kamuflase. Sebab, hasil pemeriksaan uang dari ACT itu digunakan Koperasi Syariah 212 untuk membayar utang.

"Faktanya merupakan pembayaran hutang salah satu perusahaan afiliasi ACT," kata Andri.

Sementara itu, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah mengatakan Ketua Koperasi Syariah 212 dalam proses pemeriksaan pun sudah mengakui adanya aliran dana dari ACT. Termasuk, soal penggunaan uang tersebut.

"Ketua Umum Koperasi Syariah 212 mengakui menerima dana sebesar Rp10 miliar dari yayasan ACT," kata Nurul.

Sebelumnya, Bareskrim Polri menemukan fakta baru dalam kasus dugaan penyelewengan dana donasi ACT. Ternyata, yayasan amal itu menggunakan dana Boeing sebanyak Rp68 miliar.

Artinya, ada penambahan dana bantuan yang digunakan ACT sebanyak dua kali lipat. Sebab, sebelumnya dikatakan yayasan amal itu menggunakan Rp34 miliar.

"Hasil sementara temuan dari tim audit keuangan bahwa Dana Sosial Boeing yang digunakan tidak sesuai peruntukannya oleh yayasan ACT sebesar Rp68 Miliar," ungkap Nurul.

Dalam kasus ini, Ahyudin dan Ibnu Khajar telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka merupakan eks dan Presiden ACT.

Penyidik juga menetapkan dua petinggi ACT lainnya sebagai tersangka. Mereka berinisial H dan NIA selaku anggota pembina ACT.