Bagikan:

JAKARTA - Manajer Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko mengatakan ada beberapa skenario yang bisa dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pasca mundurnya Lili Pintauli Siregar sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Salah satunya adalah mengosongkan posisi tersebut. Lili mundur dari jabatannya dan disetujui oleh Presiden Jokowi saat dia diduga menerima akomodasi dan tiket MotoGP Mandalika dari PT Pertamina (Persero).

"Skenarionya bisa saja dibiarkan kosong sampai satu tahun. Toh, cuma setahun saja kan. 2023 kita akan memilih lagi pimpinan baru," kata Wawan saat dihubungi VOI, Kamis, 13 Juli.

Wawan meyakini sistem kolektif kolegial saat pimpinan komisi antirasuah menjalankan tugasnya tak akan bermasalah. "Empat orang pun sudah kolektif kolegial," tegasnya.

Kolektif kolegial adalah sistem kepemimpinan yang melibatkan para pihak berkepentingan dalam mengeluarkan keputusan atau kebijakan melalui mekanisme musyawarah untuk mencapai kesepakatan.

"Kan pernah KPK punya pemimpin hanya empat, waktu itu zaman Antasari Azhar. Ketika dia terjerat kasus kemudian hanya Bibit S. Rianto, dan Chandra Hamzah. Setahun kemudian baru Busyro Muqqodas masuk," jelas Wawan.

"Sebenarnya enggak ada masalah," sambungnya.

Sementara skenario lain, Jokowi bisa saja mengangkat wakil ketua dari lima nama calon pimpinan KPK yang gagal saat uji kelayakan di DPR RI beberapa waktu lalu. Namun, eks Gubernur DKI Jakarta itu bisa saja memilih selain nomor enam.

Penyebabnya, UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 tidak mengatur secara tegas siapa yang berhak. "Bisa jadi (yang terpilih, red) nomor (urutan red) lain yang punya tingkat penolakan dari politisi DPR paling rendah. Itu pilihan paling so-so," ujarnya.

Adapun lima nama yang berada di urutan selanjutnya adalah Sigit Danang Joyo dengan perolehan 19 suara; Lutfi Jayadi Kurniawan dipilih 7 orang; dan I Nyoman Wara, Johanes Tanak, Robby Arya Brata yang masing-masing perolehan suaranya nol.

Tak sampai di sana, Jokowi juga sangat mungkin menunjuk pejabat dari bawah seperti deputi maupun kementerian lain.

Namun, siapapun yang nantinya menggantikan posisi Lili, TII secara normatif mengatakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Termasuk, mereka yang terpilih diharapkan memiliki integritas tinggi.

"Kalau ditanya harus bagaimana ya saya jawab normatif. Sosok yang punya integritas tinggi, sosok yang mau bekerja sama dengan lembaga lain termasuk masyarakat, sosok yang bisa menjaga etik dan menjalankan undang-undang. Tapi kan itu normatif," tutur Wawan.

Sebelumnya, Lili Pintauli mengundurkan diri pada 30 Juni lalu. Surat pengunduran diri ini kemudian dijawab Jokowi dengan menerbitkan Keppres pemberhentian pada Senin, 11 Juli.

Sementara itu, usai Lili resmi mengundurkan diri, Presiden Jokowi mengatakan proses pengisian jabatan yang ditinggalkan Lili masih berjalan.

"Untuk pengganti dari Bu Lili Pintauli masih dalam proses," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 12 Juli.

Dia meminta semua pihak bersabar menanti pengganti Lili. Sementara penandatanganan keputusan pemberhentian tersebut baru dilakukan pada Senin, 11 Juli kemarin.

"Kan baru saja surat pemberhentiannya minggu yang lalu sudah saya tandatangani dan ini masih dalam proses untuk penggantiannya," tegas eks Gubernur DKI Jakarta itu.

"Kami akan segera mengajukan (penggantinya, red) ke DPR. Secepatnya," sambung Jokowi.

Sementara saat disinggung alasan Lili mundur dari jabatannya, Jokowi tak merespons apapun. Dia bungkam perihal isi surat pengunduran diri tersebut.

Lili Pintauli dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK karena diduga menerima akomodasi dan tiket MotoGP Mandalika dari PT Pertamina (Persero). Dalam melakukan pengusutan, Tumpak dkk telah meminta keterangan dari berbagai pihak termasuk Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati.

Hanya saja, persidangan ini dinyatakan gugur karena mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengundurkan diri dari jabatannya. Dewas KPK beralasan Lili sudah bukan lagi Insan KPK.