Hajat Perempuan yang Terancam dalam RUU Cipta Lapangan Kerja
Ilustrasi foto pekerja perempuan (Ibrahim Bernal/Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi dengan tegas menolak hadirnya RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). RUU yang sedang dirancang oleh pemerintah dinilai akan mengancam dan merugikan kaum perempuan di lingkungan tenaga kerja Indonesia.

Ika mengatakan, omnibus law adalah konsolidasi oligarki politik dan cara terakhir negara menyelamatkan elite politik oligarki.

"Bahwa tidak ada satu pun pasal (yang terdapat) kata 'perempuan' dalam draf RUU yang beredar. Padahal kabar terakhir RUU itu sudah masuk prolegnas," ujar Ika di Gedung LBH Jakarta, Minggu, 19 Januari.

Salah satu yang menjadi sorotan yakni hak cuti hamil. Ika menjelaskan, dalam omnibus law tidak dijelaskan secara spesifik mengenai fasilitas khusus yang didapat kepada pekerja perempuan yang sedang melahirkan.

BACA JUGA:


"Di Undang-Undang 13 tahun 2003, hak-hak perempuan disebutkan normatif, (pekerja) melahirkan dapat cuti 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan, di omnibus law itu enggak ada. Jaminan seperti itu dihilangkan," jelasnya.

Menurut Ika, RUU Cipta Lapangan Kerja yang dibentuk oleh pemerintah hanya sekadar menyediakan lapangan pekerja, namun tak memperhatikan kualitas pekerjanya. Omnibus law akan menganggap pekerjanya bukan untuk manusiawi, tapi hanya agar tidak mati hari ini.

"Penyediaan lapangan kerja, tapi tidak untuk meningkatkan kualitas. Pekerja hanya untuk bisa hidup hari ini dan esok hari saja," ucapnya.

Ika menjelaskan, hak-hak perempuan juga bertentangan dengan logika investasi yang digadang-gadang pemerintah. Hak-hak perempuan itu hanya mengganggu fleksibilitas investasi bagi pemerintah.

BACA JUGA:


"Di sinilah kita melihat bahwa hak perempuan, dia sangat menganggu fleksibilitas, hak perempuan itu hak khusus. Misalnya yang paling sering jadi tuntutan adalah hak hamil, hak mendapatkan fasilitas khusus saat hamil, hak mendapatkan cuti melahirkan, cuit haid," jelasnya.

Kata Ika, pekerja perempuan yang sedang hamil sangat membutuhkan perlakuan khusus karena tubuhnya telah berubah bentuk. "Nah hal ini yang sangat bertentangan dengan logika investasi. Kerja reproduksi tidak dianggap kerja yang menopang produksi kapital, itu logika dalam sistem kerja produksi patriarki," katanya.

"Kita sudah sampai ke tahap negara abai terhadap demokrasi. Pemerintah menggadang-gadang tenaga kerja murah dan fleksibel, ini adalah langkah terakhir negara bagaimama watak negara tidak pro rakyat," jelasnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan draf RUU, yang merupakan omnibus law, akan diserahkan ke DPR RI pekan depan. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, ada dua draf omnibus law yang akan diserahkan ke DPR.

"Cipta lapangan kerja dan fasilitas perpajakan," kata Yasonna di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 16 Januari.