Agar Tidak Runtuhkan Kewibawaan Hukum, Dugaan Kasus Sumedang Harus Segera Diproses
Foto: Istimewa

Bagikan:

JAKARTA - Dugaan kasus pengambilan air tanpa izin sekaligus dugaan kasus penjualan air ke industri tanpa izin oleh PT DFT di Sumedang, sudah berkembang menjadi isu nasional. Untuk itu, aparat hukum diminta serius menangani kasus ini. Jika tidak, dikhawatirkan bisa meruntuhkan kewibawaan hukum itu sendiri. Demikian disampaikan pengamat ekonomi lingkungan Universitas Muliawarman, Bernaulus Saragih.

"Harus diproses hukum, apalagi dugaan kasus tersebut sudah berjalan delapan tahun. Kalau terbukti melanggar, harus dikenai sanksi sesuai perundangan yang berlaku. Termasuk jika terbukti merugikan keuangan negara. Kalau tidak, wibawa hukum bisa runtuh," kata Bernaulus dalam keterangannya, Kamis 30 Juni.

Selain berpengaruh terhadap kewibawaan hukum, Bernaulus juga mengingatkan dampak buruk lain jika kasus ini tidak segera diselesaikan. Di antaranya, bahwa perusahaan tentu tidak akan punya Amdal.

"Padahal tanpa Amdal, tentu dampaknya sangat luar biasa terhadap lingkungan, karena air dikeruk sebanyak-banyak," tegas Bernaulus.

Untuk itulah, lanjut Bernaulus, pengambilan dan pemanfaatan air, baik air permukaan seperti mata air maupun air bawah tanah, memang harus memiliki izin. Terlebih jika digunakan untuk tujuan komersial dan menjual ke industri.

Karena izin tersebut, akan menentukan kapasitasnya, bagaimana pememanfaatannya, dan bagaimana pembuangan limbahnya. Kalau diambil dari mata air, akan mempengaruhi aliran air secara keseluruhan terhadap kondisi lingkungan sekitar. Misalnya, mata air yang selama ini membentuk aliran air sungai, kalau dimanfaatkan tentu mempengaruhi bagian hilir.

"Dalam hal ini, bagian hilir bisa terkena dampak dan akan kehilangan air. Jadi harus ada aspek lingkungan dan sosialnya. Jadi, intinya memang harus ada izin," lanjutnya.

Dugaan kasus yang melibatkan PT DFT memang sudah menjadi isu nasional. Berbagai pihak menyoroti kasus ini. Di antaranya anggota DPR RI TB Hasanuddin, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, WALHI Jawa Barat, pakar kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah, dan juga pakar hukum Universitas Trisakti Yenti Garnasih.

Bahkan, tokoh Jawa Barat yang juga mantan anggota Komisi III DPR, Deding Ishak Ibnu Sudja, juga mendesak agar dugaan kasus tersebut segera diproses hukum. Apalagi, kasus tersebut juga diduga berpotensi merugikan keuangan negara.

TB Hasanudin, misalnya, sebelumnya juga meminta pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas dengan memproses hukum pidana bagi perusahaan yang selama ini mengambil mata air untuk kepentingan komersial sehingga merugikan masyarakat dan negara di kawasan Kecamatan Cimanggung di Kabupaten Sumedang, dan Kecamatan Cikancung di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

TB Hasanuddin menjelaskan, sesuai UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, bahwa air harus dimanfaatkan untuk negara, untuk rakyat, jangan sampai ada yang dirugikan akibat kegiatan ilegal.

Pasal 49 ayat (2) UU tersebut, misalnya, menyebutkan bahwa penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha harus memiliki izin. Dan jika tidak memiliki izin namun sengaja melakukan kegiatan seperti pasal 49 ayat (2), maka maka berdasarkan pasal 70, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun. Selain itu, juga dikenakan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp5 miliar.