JAKARTA - Pencabutan izin usaha 12 outlet Holywings di Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Senin, 26 Juni, kemarin, ibarat bola salju.
Selain berdampak pada bertambahnya angka penggangguran atau pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi para pekerja Holywings, kebijakan tersebut juga dinilai masih tebang pilih.
Terlebih, dikeluarkannya keputusan menutup sekaligus mencabut izin operasional Holywings di Jakarta pada akhir-akhir ini, Pemprov DKI Jakarta juga dinilai lalai dan lemah, karena baru ada penindakan setelah muncul promosi minuman beralkohol untuk nama Muhammad dan Maria di media sosial.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai, kebijakan Pemprov DKI Jakarta cenderung tebang pilih dan diskriminatif.
Artinya, sambung Trubus, kalau memang tempat seperti itu (Holywings) melanggar, Holywings ini tempat jasa wisata kategorinya, itu ada Pergub 18. Harusnya, lanjut Trubus, sesuai ketentuan di situ, misalnya untuk miras beralkohol harusnya tidak boleh minum ditempat, harusnya dibawa pulang langsung.
Artinya, masih kata Trubus, izinnya sebagai ijin pengecer. Tapi karena dia menjual minuman yang alkoholnya lebih dari 6 persen itukan harusnya dia punya surat penjualan langsung yang tipenya B atau C.
"Tapi itu semua ternyata tidak pernah di audit oleh Pemprov DKI," kata Trubus saat dikonfirmasi VOI, Rabu, 29 Juni.
BACA JUGA:
Trubus menyatakan, seharusnya ada dua atau tiga Dinas yang bertanggungjawab terkait pengawasan Holywings. Ada Dinas Parekraf, Dinas UMKM dan PTSP, harusnya ketiga Dinas itu bertanggungjawab untuk mengaudit.
"Tapi kan mereka tidak melakukan, jadi seperti ada pembiaran. Setelah ada urusan marketing soal Muhammad dan Maria, baru sekarang melakukan pembenahan dan penutupan lainnya," katanya.
Trubus menyebutkan, kebijakan Pemprov DKI Jakarta cenderung diskriminatif dan terkesan tebang pilih.
"Ini semuanya bersumber dari kebijakan Pemprov sendiri yang cenderung diskriminatif, tebang pilih. Ketika ada masalah, baru ditangani padahal harusnya Pemprov melakukan pembinaan, bukan pembinasaan," ujarnya.
Dikatakan Trubus, Holywings ternyata awalnya sebagai restoran, bukan sebagai tempat diskotik atau hiburan.
"Lemahnya pengawasan, lemahnya audit, harusnya dievaluasi setiap tahunnya seperti apa. Mereka selama ini buka dimana-mana. Kok kenapa mereka selama ini berjalan lancar aja, artinya selama ini ada pembiaran atau ada oknum tertentu yang diuntungkan dengan adanya Holywings itu," tegasnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Senin 27 Juni 2022 mengeluarkan keputusan untuk menutup, sekaligus mencabut izin operasional Holywings di Jakarta. Dalam pencabutan izin usaha 12 outlet Holywings di Jakarta, satu hal yang menjadi sorotan adalah nasib para pegawainya.
Dalam akun Instagram @holywingsindonesia pada 26 Juni, manajemen Holywings menyebutkan bahwa ada 3.000 karyawan ditambah keluarga yang menggantungkan hidup dari pekerjaan sebagai karyawan perusahaan tersebut.