JAKARTA - Indonesia Police Watch mendesak Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk mengoordinasikan Polri dan Kejaksaan Agung dalam penyelesaian kasus penipuan investasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulis yang diterima Minggu 26 Juni, mengatakan dikeluarkannya tersangka Indosurya dari tahanan demi hukum, karena habis masa penahanan 120 hari telah menimbulkan kekecewaan publik atas penyelesaian perkara yang merugikan banyak masyarakat selaku nasabah.
"IPW mendesak Menko Polhukam untuk mengoordinasikan dua lembaga penegak hukum Polri dan Kejagung dalam proses penegakan hukum kasus investasi bodong Indosurya yang merugikan ribuan anggota masyarakat," kata Sugeng.
Menurut Sugeng, selain menimbulkan kekecewaan publik, dilepaskannya tersangka Hendry Surya selaku Direktur Utama PT Indosurya, dan Kepala Administrasi June Indria dari tahanan karena masa penahanan habis demi hukum, pada gilirannya menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada Polri dan Pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum pada masyarakat.
Ia juga mengatakan konflik pendapat atau opini hukum antara kepolisian dan Kejaksaan Agung terkait P-19 (ada ratusan petunjuk) dengan banyaknya petunjuk jaksa yang tidak mampu dipenuhi oleh polisi hanya memperlihatkan ego sektoral atau kelembagaan antara Polri dan Kejagung.
"Ujungnya masyarakat dirugikan karena dengan ratusan petunjuk P-19 lepasnya tersangka Dirut PT Indosurya," ujarnya.
Selain itu, Sugeng juga memintas Kapolri melakukan evaluasi terhadap tim penyidik bareskrim yang menangani kasus tersebut.
"Dan Jaksa Agung harus mengevaluasi jaksa pemeriksa berkas perkara atas lepasnya tersangka dari tahanan, untuk mengetahui apakah ada dugaan 'kongkalikong' permainan uang dengan lepasnya tersangka," kata Sugeng.
BACA JUGA:
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan berkas perkara tiga tersangka Indosurya belum dinyatakan lengkap oleh penuntut umum.
"Penuntut umum berpendapat sesuai Pasal 110 ayat (2) KUHAP, berkas perkara dinyatakan belum lengkap secara formil dan materiil," kata Ketut dalam keterangan tertulis yang diterima Sabtu (25/6).
Berkas perkara tersebut telah dikembalikan oleh jaksa kepada penyidik Bareskrim Polri pada Jumat (24/6) dengan nomor surat B-2472/E.3/Eku.1/06/2022 tanggal 24 Juni 2022 atas nama tersangka SA, B-2473/E.3/Eku.1/06/2022 tanggal 24 Juni 2022 atas nama tersangka JI, dan B-2474/E.3/Eku.1/06/2022 tanggal 24 Juni 2022 atas nama tersangka HS.
Ketut menjelaskan, kewenangan untuk melakukan penahanan terhadap seorang tersangka sebaiknya dilakukan secara selektif khususnya apabila perkara tersebut masih tahap penyidikan dalam proses kelengkapan berkas perkara.
"Terkait dengan keluarnya tersangka demi hukum, dapat disampaikan bahwa hal tersebut tidak dapat mendesak jaksa untuk menyatakan berkas perkara lengkap (P-21)," kata Ketut menegaskan.
Ketut menambahkan, dalam penanganan setiap perkara, diperlukan koordinasi dan komunikasi intensif guna mengantisipasi kesalahan yang dapat terjadi dalam penegakan hukum, serta sikap kehati-hatian yang dilakukan dalam penelitian dan menerbitkan P-21 adalah untuk perlindungan korban dan HAM serta meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses pembuktian di persidangan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (25/6), menegaskan dibebaskannya dua tersangka dari penahanan demi hukum hal biasa, pihak terus berkoordinasi dengan kejaksaan untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Kami sudah berkoordinasi dengan jaksa. Ini hal biasa, yang terpenting perkara ini tidak pernah kami hentikan, kami komitmen dengan jaksa ada tindak pidananya," kata Whisnu.
Ia menyebutkan, ada kurang lebih 400 item yang diminta oleh kejaksaan untuk dipenuhi oleh penyidik mulai dari P-90, 80 ada 70, termasuk meminta dilakukan audit.
"Semua menurut kami sudah selesai apa yang diminta jaksa sudah kami penuhi, jaksa tinggal meneliti kembali kan bolak-balik, kurang ini-itu, jaksa minta audit, kami lakukan audit selama 3 bulan audit, sudah selesai. Cukup panjang, karena berkas cukup besar 1 meter lebih jadi butuh waktu," kata Whisnu pula.