JAKARTA - Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengecam Badan Kepolisian Nasional Korea pada Hari Kamis, karena merilis dokumen yang belum disetujui mengenai perombakan polisi sebelum diselesaikan, dengan mengatakan itu adalah "gangguan disiplin nasional" atau "kesalahan yang tidak masuk akal" oleh pejabat pemerintah.
"Saya mengambil cerita dari sebuah artikel berita dan mencarinya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Saya menemukan bahwa sesuatu yang tidak masuk akal terjadi," kata Presiden Yoon kepada wartawan merujuk pada insiden tersebut, melansir Korea Times 23 Juni.
"Polisi merilis sendiri daftar rekomendasi reshuffle yang belum bisa dipastikan, karena harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Kementerian Dalam Negeri dan kemudian Presiden. Ini omong kosong dan setara dengan gangguan disiplin nasional sebagaimana rancangan daftar tersebut sudah diterbitkan," kritiknya.
Polisi meluncurkan daftar 28 pejabat polisi yang akan dipromosikan menjadi inspektur jenderal senior sekitar pukul 7 malam pada Hari Selasa, sebelum menerima konfirmasi dari kementerian dan presiden. Dua jam kemudian, polisi merilis daftar baru di mana tujuh nama diganti dengan yang lain, sebagai akibat dari keputusan kementerian dalam negeri.
Polisi menjelaskan, itu adalah kesalahan selama komunikasi dengan kementerian dalam negeri, tetapi menteri dalam negeri dan keselamatan mengatakan "polisi membuat pengumuman bahkan sebelum presiden menyetujui penunjukan."
Insiden itu menunjukkan gesekan antara polisi dan kementerian dalam negeri. Keduanya terlibat konflik, karena kementerian dalam negeri saat ini sedang mencoba untuk mendirikan sebuah organisasi di bawah lingkupnya yang mengawasi polisi.
Kementerian pada Hari Selasa mengumumkan rekomendasinya tentang manajemen polisi yang demokratis, yang bertujuan untuk membentuk "organisasi pendukung polisi" di dalam kementerian.
Polisi mengklaim ini akan menjadi "divisi yang mengendalikan polisi" dan akan membahayakan independensi petugas. Namun, kementerian menjelaskan organisasi tersebut akan fokus untuk mendukung polisi dalam mengusulkan aturan yang berkaitan dengan penyelidikan, merekomendasikan pejabat tinggi dan memberikan bantuan administrasi lainnya.
Dengan latar belakang ini, pengungkapan draf sebelumnya oleh polisi diduga sebagai ekspresi ketidakpuasan terhadap kementerian dalam negeri, yang telah dipadamkan kementerian dengan dukungan Presiden Yoon.
"Orang yang berwenang membuat keputusan personalia adalah presiden," kata Presiden Yoon.
"Draf dokumen itu diberitakan oleh pers seolah-olah merupakan versi final, setelah dirilis ke media. Jadi media memberitakan kejadian itu sebagai pembalikan keputusan resmi, yang tidak akurat karena dokumennya masih dalam proses tanpa dikonfirmas, karena kementerian dalam negeri belum memberikan persetujuannya, belum lagi presiden."
Dengan Presiden Yoon mengambil sikap untuk meminta badan kepolisian bertanggung jawab atas insiden tersebut, spekulasi berkembang bahwa penyelidikan dapat dilakukan, untuk memperketat disiplin polisi dan menghukum mereka yang bersalah.
"Kejaksaan dituntut untuk memiliki independensi dan netralitas yang lebih kuat daripada polisi, tetapi jaksa tidak menemukan masalah di kementerian kehakiman yang memiliki divisi penuntutan," terang Presiden Yoon yang merupakan mantan Jaksa Agung Korea Selatan.
BACA JUGA:
Terpisah, seorang pejabat di kantor kepresidenan mengatakan, "Presiden tampaknya telah menggarisbawahi itu adalah kesalahan serius." Namun kantor tersebut tidak dapat dimintai komentar mengenai apakah akan ada penyelidikan lanjutan terhadap badan tersebut.
Terlepas dari pernyataan kuat Presiden Yoon, polisi terus melakukan unjuk rasa menentang langkah kementerian dalam negeri. Badan Permusyawaratan Nasional Perwira Polisi, yang dianggap sebagai serikat perwira polisi, mengadakan protes di Kompleks Pemerintah di Seoul, Hari Kamis, mengutuk pedoman kementerian dalam negeri sebagai "upaya untuk mengendalikan polisi" dan "mengeksploitasi organisasi sebagai alat politik."