Eks Dirut PNRI dan Ketua Tim Teknis e-KTP Disidang di Pengadilan Tipikor
FOTO VIA ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Dirut Perum Percetakan Negara Republik Indonesia Isnu Edhi Wijaya dan bekas Ketua Tim Teknis Pengadaan Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan Nasional Tahun Anggaran 2011-2013 Husni Fahmi menjalani sidang pembacaan dakwaan kasus dugaan korupsi KTP-el.

Kasus dugaan korupsi KTP-el itu merugikan keuangan negara hingga Rp2,314 triliun.

"Terdakwa I Husni Fahmi selaku Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Proyek Pengadaan KTP Elektronik Tahun Anggaran 2011-2013 dan terdakwa II Isnu Edhi Wijaya selaku Direktur Utama PNRI sebagai Ketua Konsorsium PNRI selaku perusahaan pelaksana pengadaan KTP-el telah mengatur dan mengarahkan proses pengadaan barang/jasa paket KTP-el TA 2011-2013 untuk memenangkan Konsorsium PNRI," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) M Irmansyah, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir ANTARA, Kamis, 23 Juni.

Perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong, Anang Sugiana Sudihardjo selaku Direktur Utama PT Quadra Solution, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri serta Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Paulus Tannos selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Diah Anggraeni selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri, dan Drajat Wisnu Setyawan selaku ketua panitia pengadaan barang/jasa di lingkungan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri.

"Sehingga memperkaya diri sendiri, yaitu memperkaya terdakwa I Husni Fahmi sejumlah 20 ribu dolar AS atau orang lain, yaitu memperkaya Andi Agustinus alias Andi Narogong, Setya Novanto, Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan, Wahyudin Bagenda, Johanes Marliem, PNRI dan perusahaan anggota konsorsium PNRI lain yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp2,31 triliun," tambah jaksa.

Dalam dakwaan disebutkan Husni Fahmi sebagai sebagai PNS di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kemudian diperbantukan di Ditjen Adminduk untuk pendampingan teknis. Salah satu peserta lelang proyek uji petik KTP-el adalah PNRI yang dipimpin terdakwa II Isnu Edhi Wijaya. Saat uji petik tersebut Husni Fahmi dan Isnu Edhi mulai saling mengenal.

Saat itu Dirjen Dukcapil Irman menyampaikan ke Isnu supaya PNRI mempersiapkan diri untuk mengikuti tender proyek KTP-el berikutnya.

Pada awal 2010, Husni Fahmi bertemu dengan Johannes Marliem (Vendor L-1 Automatic Biometric Identification System) di Kantor BPPT. Husni menginformasikan sedang mempersiapkan rencana implementasi anggaran dan pelaksanaan skala besar Automatic Fingerprint Identification System (AFIS) untuk proyek KTP-el sekaligus meminta informasi dari Johannes Marliem mengenai rencana, persiapan dan desain AFIS yang akan dilaksanakan dalam skala nasional.

Husni lalu merekomendasikan kepada pihak Kemendagri mengenai spesifikasi perangkat keras, perangkat lunak dan blangko KTP-el konfigurasi spesifikasi teknis dan daftar harga yang disusun Husni dan tim yang pada akhirnya dipergunakan Sugiharto sebagai bahan acuan dalam pembuatan Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) seharga Rp18 ribu per keping KTP yang sudah dinaikkan harganya ('mark up') dan tanpa memperhatikan adanya diskon terhadap barang-barang tertentu.

Untuk persiapan membentuk konsorsium maka Isnu Edhi Wijaya mengajak Arief Safari selaku Direktur Utama PT Sucofindo Persero dan Wahyuddin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Persero untuk ikut bergabung. Isnu lalu mengajak Anang Sugiana Sudiharjo selaku pemilik perusahaan yang bergerak di bidang IT, yaitu PT. Quadra Solution untuk ikut bergabung mengikuti lelang proyek KTP-el.

Selanjutnya Isnu Edhi membentuk Manajemen Bersama Konsorsium PNRI yang memutuskan sebagai berikut: Board Of President Director (BOD) yang beranggotakan semua direktur utama anggota konsorsium yakni Isnu Edhi Wijaya mewakili Perum PNRI, Arief Safari mewakili PT. Sucofindo, Wahyuddin Bagenda mewakili PT. LEN Industri, Anang Sugiana Sudihardjo mewakili PT. Quadra Solution dan Paulus Tannos mewakili PT. Sandipala Arthaputra.

Pada 21 Juni 2011, Mendagri saat itu Gamawan Fauzi menetapkan konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran sebesar Rp5,841 triliun.

Ada pun pekerjaan yang tidak diselesaikan oleh konsorsium PNRI tersebut sebagaimana yang telah ditentukan namun tetap memperoleh pembayaran secara bertahap meskipun tidak memenuhi target pekerjaan pada setiap terminnya.

Setelah menerima pembayaran, Konsorsium PNRI membayarkan tagihan anggota konsorsium yang telah mengerjakan suatu pekerjaan tertentu sebagaimana yang telah ditentukan, dengan dipotong terlebih dahulu sebesar 2-3 persenuntuk kepentingan manajemen bersama, sehingga uang potongan yang terkumpul pada manajemen bersama sejumlah Rp137,989 miliar yang bersumber dari pemotongan atas pembayaran tagihan dari 5 perusahaan anggota Konsorsium PNRI.

Pada September 2012, Husni Fahmi menerima uang sebesar 20 ribu dolar AS dan fasilitas berupa Tiket Pesawat pulang pergi Jakarta – Los Angeles menggunakan maskapai Singapore Airlines di Business Class dan dilanjutkan dari LA ke Florida menggunakan Pesawat domestik serta akomodasi hotel untuk mengikuti kegiatan Biometric Consortium Conference 2012 di Florida dari Johannes Marliem.

Hal tersebut diberikan atas peran Husni Fahmi dalam menetapkan spesifikasi teknis proyek KTP-el sehingga menggunakan produk milik perusahaan Johannes Marliem.

Sementara seluruh uang yang dibayarkan kepada konsorsium PNRI yang dipimpin Isnu edhi kemudian diteruskan ke anggota Konsorsium PNRI yaitu Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Artha Putra, PT Sucofindo, PT Mega Lestari Unggul dan selanjutnya diterima oleh Husni Fahmi, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Johannes Marliem, Anang Sugiana, Wahyuddin Bagenda, Setya Novanto, Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan yang berasal dari keuangan negara yakni bersumber dari selisih kemahalan harga sebagaimana yang tercantum dalam kontrak dengan harga yang sebenarnya dalam proyek penerapan KTP-el.

Hal tersebut mengakibatkan jumlah uang yang dibayarkan kepada konsorsium PNRI lebih mahal dibandingkan harga wajar atau harga riilnya. Adapun harga wajar atau harga riil pelaksanaan proyek penerapan KTP-el berdasarkan laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan adalah sejumlah Rp2,626 triliun.

"Bahwa rangkaian perbuatan terdakwa I Husni Fahmi dan terdakwa II Isnu Edhi Wijaya secara bersama-sama tersebut diatas telah memperkaya terdakwa I Husni Fahmi sejumlah 20 ribu dolar AS dan memperkaya korporasi yaitu Perum PNRI sejumlah Rp107,71 miliar dan perusahaan anggota konsorsium PNRI lainnya," ungkap jaksa.

Atas perbuatannya, Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya dikenakan dakwaan dari Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.