Di Pengadilan Tipikor Jakarta, PT SMI Beberkan Alur Pencairan Pinjaman PEN untuk Daerah Saat Pandemi
JPU KPK menghadirkan 3 orang saksi untuk terdakwa mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto di Pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini. (Antara/Desca LN)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Pembiayaan dan Investasi PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Sylvi Juniarty Gani menjelaskan pencairan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang disediakan pemerintah untuk daerah-daerah selama pandemi COVID-19.

"Kami dari PT SMI berusaha sebisa mungkin untuk membantu daerah dan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan juga membantu daerah untuk melakukan supervisi dan menyiapkan dokumen," kata Sylvi saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis 23 Juni.

Sylvi menjadi saksi untuk terdakwa mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto yang didakwa mendapatkan suap sebesar Rp1,5 miliar dari Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya dan dan L.M. Rusdianto Emba untuk mendapatkan persetujuan dana pinjaman PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur.

"Mestinya bisa cepat, ya, kok jadi lama, rata-rata prosesnya berapa lama?" tanya hakim.

"Di SMI kami commit untuk asesmen selama 20 hari. Akan tetapi, untuk bisa sampai ke pencairan atau perjanjian penyertaan kredit memerlukan waktu untuk penandatangan perjanjian kredit. Untuk itu, butuh surat pertimbangan Kemendagri," ungkap Sylvi.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Ardian mendapat suap agar memberikan pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri sebagai syarat disetujuinya usulan PEN Kolaka Timur pada tahun 2021.

"Untuk pinjaman PEN Kolaka Timur akhirnya jadi tidak?" tanya hakim.

"Tidak ditindaklanjuti berdasarkan kondisi pada bulan Desember 2021 karena melihat perkembangan berita yang beredar dan masalah hukum yang terjadi, kami putuskan tidak melanjutkan permintaan," tambah Sylvi.

"Penentu terakhir pinjaman diberikan atau tidak siapa?" tanya hakim.

"Selalu bersama-sama antara Kemendagri, PT SMI, dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan," ungkap Sylvi.

"Pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri apakah jadi syarat yang menentukan?" tanya hakim.

"Sebagai syarat penandatanganan perjanjian pinjaman akad kredit, harus ditandatangani Menteri Dalam Negeri," jawab Sylvi.

"Apakah tahu surat pertimbangan Mendagri atas usulan dari Dirjen Bina Keuangan Daerah terdakwa Ardian?" tanya hakim.

"Tahu, kami sudah bersurat dan menanyakan status soal pemda yang belum ada surat pertimbangannya," jawab Sylvi.

Selain Sylvi, jaksa penuntut umum (JPU) KPK juga menghadirkan saksi Kepala Divisi Pembiayaan Publik PT SMI Erdian Dharmaputra. Dalam keterangannya, Erdian menyebut pernah ada pejabat dari Kabupaten Muna yang bertemu dengan Erdian untuk pengurusan pinjaman PEN.

"Pernah bertemu orang dari Muna, namanya Pak Dahlan, dia Kadis Komunikasi dan Informasi, dia beberapa kali minta ketemu," kata Erdian.

Erdian menyebut memang ada sejumlah pejabat kabupaten yang meminta bertemu dirinya demi mendapat pinjaman PEN.

"Pemda lain misalnya dari pemda Kolaka Timur, Bandar Lampung, dan lainnya, banyak," ungkap Erdian.

Berdasarkan laporan Antara, dalam dakwaannya Ardian pernah menyampaikan kepada La ode M Syukur Akbar agar pengajuan pinjaman PEN Kabupaten Kolaka Timur melakukan mekanisme yang sama dengan Kabupaten Muna. La ode M. Syukur Akbar adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna yang juga teman satu angkatan Ardian di Sekolah Tinggi Pemerintahan Daerah Dalam Negeri (STPDN) sekaligus penghubung Andi Merya kepada Ardian.

"Bandar Lampung sudah cair, Muna juga sudah cair," tambah Erdian.

Menurut Erdian, sepanjang program pinjaman PEN dikucurkan, ada 74 pemda yang mengajukan pinjaman. Dari 37 pemda tersebut, 37 pemda sudah melakukan perjanjian pinjaman dan dananya telah disetujui.

Sebanyak 36 pemda belum mendapat surat pertimbangan Mendagri dan setelah Ardian tidak lagi menjabat sebagai dirjen Bina Keuangan Daerah, ada 31 pemda yang telah keluar surat pertimbangan.

"Saat itu Pak Ardian pernah telepon saya soal Kabupaten Muna karena surat pertimbangan Mendagri untuk Muna keluar untuk dana Rp500 miliar tetapi dana yang keluar untuk Muna lebih kecil, yaitu sekitar Rp230 miliar. Saya diceramahi karena Mendagri sudah kirim surat pertimbangan sebesar Rp500 miliar tetapi seolah-olah tidak dihargai atas surat itu, jadi juga untuk menjaga marwah menteri saya, menurut Pak Ardian," ungkap Erdian.

Dalam dakwaan disebutkan, selain untuk Ardian, Andi Merya dan Rusdianto Emba juga memberikan suap kepada Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke senilai Rp730 juta dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna yaitu La Ode M. Syukur Akbar senilai Rp175 juta. Dengan demikian, total suap untuk tiga orang sebesar Rp2,405 miliar.