SUMBAR - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengajak aparat penegak hukum di Sumatera Barat (Sumbar) berperan aktif dalam upaya pencegahan korupsi.
Hal itu disampaikan Firli saat menghadiri Rapat Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Aparat Penegak Hukum Provinsi Sumatera Barat di Padang, Senin 20 Juni.
"Pencegahan mencakup perbaikan pada sistem sehingga meminimalkan terjadinya tindakan korupsi," ujar Firli.
Melalui upaya optimalisasi pencegahan, lanjutnya, aparat penegak hukum tidak hanya fokus pada penindakan saja karena masyarakat perlu mendapatkan edukasi lebih agar tidak terjerat dalam tindakan korupsi.
"Perlu ada semangat dan komitmen bersama pemberantasan korupsi dengan diawali satu kesamaan tujuan yaitu membebaskan Indonesia dari praktik korupsi, baik melalui penindakan, pendidikan, maupun upaya aktif melalui pencegahan," sambungnya, dikutip dari Antara.
Dia juga mengatakan pemberantasan korupsi di Indonesia tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja, yaitu KPK.
Konsep pemberantasan korupsi harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), hingga peran masyarakat.
Dengan membangun sinergisme dan kerja sama yang solid, Firli optimistis pemberantasan korupsi di Indonesia bisa selesai.
Menurut dia, sinergisme dan koordinasi antarlembaga sudah seharusnya dimulai sejak penyelidikan dilakukan. Kepolisian bisa melakukan diskusi intensif dengan Kejaksaan dan BPKP untuk mencari nilai kerugian negara dari kasus yang sedang diselidiki.
Apabila hal tersebut berjalan pada saat perkara naik ke proses penyidikan, lanjutnya, maka hanya tinggal mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti untuk menemukan tersangka. Dengan begitu, Kejaksaan tidak akan mengembalikan berkas perkara untuk dilengkapi atau P-19.
"Kalau tidak dibicarakan tentu ada perbedaan persepsi dan tidak ketemu tujuannya. Makanya, berkas perkara bolak-balik," tambahnya.
BACA JUGA:
Sementara itu, Ketua Pengadilan Tinggi Padang Amril menyebutkan berdasarkan data di 2021, berkas perkara tindak pidana korupsi pada pengadilan tingkat pertama ialah 21 perkara, banding 17 perkara, dan kasasi 12 perkara.
Hingga pertengahan tahun 2022, kata Amril, data tersebut meningkat, yakni pelimpahan berkas perkara pada pengadilan tingkat pertama mencapai 22 perkara, banding 10 perkara, dan kasasi 13 perkara.
"Data ini tidak menggembirakan karena banyak perkara tipikor (tindak pidana korupsi) yang disidangkan. Perlu pencegahan terutama dari dana bantuan desa. Berdasarkan berita acara persidangan, kebanyakan kepala desa tidak mengetahui tindakan korupsi yang mereka lakukan," tandasnya.