Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCPPEN) Airlangga Hartarto mengkonfirmasi kabar yang beredar soal Indonesia batal membeli vaksin AstraZeneca, produk vaksin COVID-19 dari Inggris. Menurutnya, hal tersebut tidak sepenuhnya benar mengingat pemerintah belum memberikan keputusan akhir.

"Berita itu tidak sepenuhnya benar karena kita belum diputuskan," kata Airlangga dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube BNPB, Selasa, 27 Oktober. 

Dia lantas menjelaskan, Indonesia menjadikan AstraZeneca sebagai kandidat vaksin COVID-19 karena penelitiannya sudah dilakukan di negara lain. Selain itu, produk vaksin ini juga memiliki harga yang mendekati harga publik dan diyakini dapat tersedia dalam volume yang cukup besar meski tidak dalam waktu dekat. "Dia baru masuk di kuartal kedua tahun depan," ungkap Airlangga.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian ini mengatakan pemerintah akan terus melakukan kajian terhadap kandidat vaksin yang berasal dari luar negeri termasuk AstraZeneca, Novaxax, dan lainnya. Hal ini bertujuan agar pengadaannya tetap sesuai dengan kebutuhan vaksin COVID-19 di dalam negeri. 

Selain itu, kajian ini juga dilakukan agar pemerintah bisa melihat lebih jauh apakah vaksin dari luar tersebut bisa diproduksi di dalam negeri dalam jangka waktu panjang.

"Bisa tidak vaksin-vaksin ini seperti vaksin merah putih yang nanti ke depannya diproduksi di dalam negeri," tegasnya.

Diketahui, pemerintah Indonesia telah melakukan finalisasi pembelian vaksin COVID-19 dari tiga perusahaan farmasi dari China yaitu Cansino, Sinopharm, dan Sinovac. 

Berkaitan dengan vaksin AstraZeneca, Otoritas kesehatan Brasil, Anvisa beberapa waktu lalu mengumumkan kematian seorang relawan dalam ujiklinis vaksin COVID-19 ini. Meski begitu, pihak Universitas Oxford yang melakukan pengembangan vaksin ini menyatakan ujicoba akan tetap dilanjutkan.

Dikutip Reuters, Kamis, 22 Okober, Oxford mengonfirmasi rencana untuk terus melakukan pengujian. Dalam sebuah pernyataan, mereka menyatakan telah melakukan penilaian cermat. Tak ada kekhawatiran tentang keamanan ujiklinis.

Selain itu, Universitas Federal Sao Paulo yang membantu mengoordinasikan ujiklinis fase III di Brasil juga menyarankan agar pengujian tetap dilanjutkan. Sementara, pihak AstraZeneca menolak berkomentar.

Relawan yang meninggal adalah pria 28 tahun yang tinggal di Rio de Janeiro. Ia meninggal karena komplikasi COVID-19. Anvisa tidak memberi rincian lebih lanjut. Mereka mengatakan informasi tersebut merupakan kerahasiaan medis dari mereka yang terlibat dalam ujicoba.

“Semuanya berjalan seperti yang diharapkan, tanpa catatan komplikasi serius terkait vaksin yang melibatkan sukarelawan yang berpartisipasi,” kata pihak Universitas Federal Sao Paulo dalam sebuah pernyataan. Setelah peristiwa tersebut, saham AstraZeneca turun 1,8 persen.

Sejauh ini, delapan ribu dari total 10 ribu sukarelawan direncanakan dalam ujicoba telah direkrut dan diberikan dosis pertama di enam kota di Brasil. Banyak dari relawan yang telah menerima suntikan kedua, kata juru bicara universitas.