Gunakan Bom Klaster dan Sebar Ranjau Darat di Kharkiv, Amnesty International Sebut Rusia Lakukan Kejahatan Perang
Dampak serangan Rusia di Kharkiv, Ukraina. (Wikimedia Commons/Міністерство внутрішніх справ України)

Bagikan:

JAKARTA - Penembakan tanpa henti dengan menggunakan bom klaster serta penyebaran ranjau darat yang dilakukan tentara Rusia di Kharkiv, merupakan kejahatan perang yang tanpa pandang membunuh warga sipil, kata Amnesty International.

Kota terbesar kedua di Ukraina, Kharkiv, berada di bawah pengeboman hampir terus-menerus sejak awal invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, hingga pasukan Ukraina mendorong Rusia menjauh dari kota itu pada Mei. Ukraina mengatakan 606 warga sipil tewas di sana dan 600.000 dievakuasi.

Amnesty International mengatakan, setelah penyelidikan selama 14 hari pada Bulan April dan Mei, ditemukan bukti Rusia telah menggunakan munisi tandan dan ranjau yang tersebar di Kharkiv.

"Pemboman berulang terhadap lingkungan perumahan di Kharkiv adalah serangan membabi buta yang menewaskan dan melukai ratusan warga sipil, dan dengan demikian merupakan kejahatan perang," kata Amnesty dalam sebuah laporan, melansir Reuters 14 Juni.

Baik Rusia maupun Ukraina tidak menandatangani perjanjian internasional yang melarang munisi tandan, yang disepakati lebih dari 100 negara pada 30 Mei 2008 di Dublin, Irlandia.

Tetapi, penggunaan senjata semacam itu masih merupakan kejahatan perang jika tidak pandang bulu dan membunuh atau membahayakan warga sipil, kata konsultan penelitian Amnesty International Jean-Baptiste Gallopin kepada Reuters.

Sebagai contoh, dia mengutip serangan bom tandan di taman bermain di Jalan Mira Kharkiv, yang katanya menewaskan sembilan orang dan melukai 35 orang.

Gallopin mengatakan, Amnesty juga menemukan bahwa pasukan Ukraina telah melanggar hukum humaniter internasional dengan menempatkan artileri di dekat bangunan tempat tinggal, memancing tembakan Rusia, meskipun dia mengatakan ini "sama sekali tidak membenarkan penembakan kota tanpa pandang bulu oleh pasukan Rusia".

Terkait ini, Kementerian Pertahanan Rusia tidak menanggapi permintaan Reuters untuk mengomentari laporan Amnesty. Sebelumnya, Rusia membantah menargetkan warga sipil dan menuduh Ukraina memalsukan bukti kejahatan perang.

Setali tiga uang seperti Rusia, pihak Kementerian Pertahanan Ukraina tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar segera terkait dengan hal ini.