Jawab Boyamin MAKI Soal Pembubaran, KPK Singgung Penanganan Kasus Bupati Banjarnegara Nonaktif
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut usulan pembubaran dan penggabungan lembaganya dengan Kejaksaan Agung yang dilontarkan oleh Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, argumentasi yang dangkal.

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri bahkan menyinggung dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono yang ikut menyeret nama Boyamin.

"Biasanya Boyamin Saiman cerdas dengan argumentasinya. Kali ini kami nilai berbeda. Namun kami sangat yakin bukan karena KPK saat ini sedang menangani perkara Bupati Banjarnegara sehingga Boyamin Saiman menarasikan opini dengan argumentasi yang begitu dangkal tersebut," kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Sabtu, 11 Juni.

KPK, sambung Ali, tak akan terpengaruh dengan opini yang ada termasuk terkait pembubaran. Dia mengatakan lembaganya lebih memilih fokus untuk menurunkan angka kasus korupsi di Tanah Air.

Ali juga memastikan kasus dugaan gratifikasi dan TPPU yang menjerat Budhi akan diteruskan penyidikannya. Sementara untuk asus suap, dia mengatakan Budhi Sarwono kini sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan.

"Kami juga terus kembangkan perkara dimaksud. Perkembangannya akan kami sampaikan," tegasnya.

KPK menegaskan tak antikritik. Segala masukan yang ada akan diterima dan jadi bahan evaluasi. "Karena kami sadar betul peran serta masyarakat begitu penting dalam upaya bersama memberantas korupsi," ungkap Ali.

"KPK apresiasi hasil survei sebagai bagian peran masyarakat. Kami jadikan bahan instropeksi dan masukan positif bagi perbaikan internal KPK," imbuhnya.

Sebelumnya, Boyamin setuju dengan usulan pembubaran KPK dan menggabungkannya dengan Kejaksaan Agung. Adapun usulan ini awalnya disampaikan oleh eks pegawai KPK, Rasamala Aritonang.

Usulan itu berkembang setelah KPK menempati urutan terakhir di antara lembaga penegak hukum lain yang dipercaya masyarakat berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia.

Indikator Politik Indonesia merilis institusi yang tingkat kepercayaannya paling tinggi adalah TNI mencapai 85,3 persen; Presiden 73,3 persen; Polri 66,6 persen; Kejaksaan Agung 60,5 persen; dan Pengadilan dengan 51,1 persen.

Sedangkan untuk KPK, tingkat kepercayaannya mencapai 49,8 persen atau berada di urutan terbawah di antara lembaga penegak hukum lainnya. Untuk lembaga lain yang berada di bawah KPK secara berturut adalah MPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), DPR, dan partai politik.

Survei dilakukan dengan random digital dialing (RDD), yang merupakan teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak. Jumlah responden yang terlibat adalah 1.213 orang yang terpilih secara acak dengan margin of error mencapai 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.