Bagikan:

JAKARTA - China tengah memeringati 70 tahun bergabungnya mereka dalam Perang Korea melawan pasukan Amerika Serikat (AS). Presiden China Xi Jinping mengatakan China tidak akan pernah membiarkan kepentingan kedaulatan, keamanan dan pembangunannya dirusak.

Mengutip Reuters, Jumat, 23 Oktober, Xi Jinping tidak secara langsung merujuk hubungannya dengan AS yang telah berada ke titik terendah dalam beberapa dekade karena berbagai perselisihan. Pada 2020, AS-China mengalami berbagai perselisihan seperti dari perdagangan dan teknologi hingga hak asasi manusia dan COVID-19.

Taiwan telah menjadi titik pertikaian dan ketegangan militer yang berkembang. "Biarkan dunia tahu bahwa rakyat China sekarang terorganisir, dan tidak boleh dianggap enteng," kata Xi Jinping di Aula Besar Rakyat, mengutip kata-kata Mao Zedong, bapak pendiri Republik Rakyat China.

Unilateralisme, proteksionisme, dan intimidasi akan gagal, kata Xi Jinping pada peringatan penempatan pasukan China ke Semenanjung Korea untuk membantu Korea Utara melawan pasukan yang dipimpin AS dan Korea Selatan selama konflik 1950-53. Xi Jinping mengulangi seruannya untuk mempercepat modernisasi pertahanan dan angkatan bersenjata negara. 

“Tanpa tentara yang kuat, tidak akan ada ibu pertiwi yang kuat,” tegas Xi Jinping. 

China mengalami ketegangan yang meningkat tajam dalam beberapa bulan terakhir dengan Taiwan. Memanasnya hubungan China dan Taiwan semakin meningkat setelah AS meningkatkan penjualan perangkat keras militer ke Taiwan.

AS juga mengirim pejabat tingkat tinggi untuk berkunjung ke Taipei. Minggu ini, AS menyetujui penjualan sistem senjata senilai hingga 1,8 miliar dolar AS, yang membuat China marah.

China, yang menganggap Taiwan sebagai provinsi yang bandel, telah menerapkan tekanan yang meningkat untuk menerima kedaulatan China. Hal tersebut termasuk menerbangkan jet tempur melintasi garis tengah Selat Taiwan.

Korea Utara berperang pada 1950 dengan Korea Selatan, yang didukung oleh pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sebagian besar terdiri dari pasukan AS. Pada Oktober 1950, pasukan China menyeberangi Sungai Yalu di perbatasan dengan Korea Utara sementara Uni Soviet menyediakan perlindungan udara. Lebih dari 2 juta tentara China dikerahkan.

"Setelah pertempuran yang sulit, pasukan China dan Korea, bersenjata lengkap, mengalahkan lawan mereka, menghancurkan mitos tentang tak terkalahkannya militer AS, dan memaksa penjajah untuk menandatangani perjanjian gencatan senjata pada 27 Juli 1953," kata Xi Jinping.