JAKARTA - Pandemi COVID-19 membuat demand atau permintaan masyarakat terganggu. Akibatnya, inflasi tahun ini berada di bawah 2 persen. Angka ini jauh dari prediksi pemerintah yaitu 3 persen plus minus 1 persen. Peningkatan daya deli menjadi pekerjaan rumah pemerintah dalam memacu pemulihan ekonomi pada 2021 mendatang.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, inflasi yang tercatat sebesar 1,42 persen secara tahunan atau year on year (yoy) pada September 2020 menunjukkan sisi permintaan terganggu.
"Inflasi di bawah level yang ditargetkan. Sehingga tentu ini membuktikan demand kita sedang terganggu, walaupun pemerintah sedang mendorong beberapa program perlindungan sosial untuk menjaga demand sebesar Rp203 triliun seperti disampaikan Ibu Menteri Keuangan," katanya, dalam 'Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2020' yang digelar secara virtual, Kamis, 22 Oktober.
Airlangga berharap, berbagai bentuan yang diberikan pemerintah mulai dari bantuan presiden (Banpres) produktif sebesar Rp36 triliun, subsidi gaji Rp37,1 triliun, hingga Kartu Prakerja Rp20 triliun bisa menjadi faktor pengungkit demand yang mengalami shock.
"Sehingga kita bisa mendapatkan daya beli yang lebih tinggi. Kita lihat ke depan tentu kita berharap bahwa persoalan kita bukan dalam tanda petik menjaga inflasi. Tetapi bagaimana mendorong demand agar inflasi Kembali ke level 2 atau di bawah 3 persen. Artinya ada pertumbuhan," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, sisi permintaan masih perlu didorong jika melihat angka inflasi yang lebih rendah dari target yang sudah ditentukan pemerintah.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan mempercepat penyaluran daya beli masyarakat lewat program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2020. Melalui program ini pemerintah menganggarkan pagu demand side sebesar Rp205,2 triliun, atau sekitar 29,5 persen dari jumlah anggaran PEN senilai Rp695,2 triliun.
BACA JUGA:
Adapun program-program untuk memperkuat permintaan dalam program PEN yakni melalui perlindungan sosial yang menyasar masyarakat miskin hingga menengah serta dukungan kepada usaha mikro kecil menengah (UMKM).
"Pemerintah akan menjaga permintaan karena akan berdampak kepada daya beli masyarkat tetap terjaga. Ini yang kita lakukan dalam menjaga kinerja ekonomi dari sisi mikro dan sektor rumah tangga," tuturnya.
Di samping itu, Sri Mulyani berharap, APBN dengan sisa 2,5 bulan di 2020 bisa dimaksimalkan untuk meningkatkan pemulihan ekonomi terutama dari sisi permintaan.
Sekadar informasi, pemerintah optimistis ekonomi Indonesia di kuartal IV 2020 akan jauh lebih baik dari kuartal-kuartal sebelumnya. Ekonomi diperkirakan tumbuh pada kisaran minus 1,7 persen hingga positif 0,6 persen.
Pada kuartal II tahun ini pertumbuhan ekonomi terkontraksi minus 5,32 persen. Sedangkan, pada kuartal III pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan berada dalam zona negatif, yaitu pada kisaran minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen.