Bagikan:

JAKARTA - Institute for Crime and Justice Reform (ICJR) menilai, tindakan TNI dan Polri terhadap prajurit mereka yang memiliki orientasi seksual lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) merupakan bentuk diskriminasi yang melanggar konstitusi.

"Setiap diskursus tentang LGBT dalam bentuk stigma seperti yang dinyatakan berbagai institusi negara, sampai dengan keputusan represif tersebut adalah bentuk diskriminasi yang menyerang orientasi seksual dan ekspresi gender seseorang yang dilindungi oleh hukum dan konstitusi negara," kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus A.T. Napitupulu dalam keterangan tertulisnya yang dikutip VOI, Kamis, 22 Oktober.

Menurutnya, segala bentuk diskriminasi semacam ini juga melanggar konstitusi. Karena setiap warga negara memiliki hak privasi, hak berekspresi, dan hak mendapatkan perlakuan setara di hadapan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Adapun persamaan di hadapan hukum diatur dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 juncto Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 dan hak bebas dari diskriminasi diatur dalam Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 28I ayat 2 UUD 1945.

"Maka pembedaan perlakuan berdasarkan orientasi seksual jelas telah melanggar konstitusi negara," tegas Erasmus.

"Atas dasar itu, maka segala tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan terlarang," imbuhnya.

 

Lebih lanjut, Erasmus juga meminta Polri memperhatikan aturan internalnya sendiri yang dimuat dalam Surat Edaran Polri Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian. 

Dia mengatakan, dalam surat tersebut disebutkan ujaran kebencian salah satunya adalah penistaan yang memiliki tujuan dan berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, dan bertujuan untuk menyulut kebencian pada berbagai komunitas yang dibedakan. Selanjutnya, dalam surat itu juga disebut komunitas yang dibedakan termasuk berdasarkan gender dan orientasi seksual.

Sehingga, berdasarkan surat itu seharusnya pihak kepolisian yang bertugas melindungi kelompok minoritas orientasi seksual berbeda tidak lantas untuk bersikap diskriminatif terhadap anggota mereka sendiri.

Atas dasar inilah kemudian ICJR merekomendasikan sejumlah hal. Pertama, kata Erasmus, lembaganya itu meminta kepada Mahkamah Agung, TNI dan Polri sebagai institusi negara yang terikat pada instrumen hak asasi manusia (HAM) yang diatur dalam konstitusi untuk melakukan kajian ulang atas pernyataan mereka yang mendiskriminasi kelompok tertentu.

Kedua, ICJR meminta agar kebijakan internal yang memberikan stigma  pada kelompok minoritas tertentu salah satunya berbasis orientasi seksual tertentu dihapuskan.

Ketiga, menganulir keputusan represif yang diberikan kepada anggota internalnya yang telah atau sedang dalam proses sanksi berbasis atas kebijakan yang diskriminatif.

Sebelumnya, Polri menyebut pihaknya telah menindak seorang anggotanya yang LGBT yaitu Brigjen E. Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan anggotanya itu mendapat hukuman berupa sanksi non-job atau tak memiliki jabatan.

Kata Argo, pemberian sanksi terhadap Brigjen E bukan baru dilakukan. Brigjen E disanksi setelah Divisi Propam menyelesaikan pemeriksaannya pada 2019.

"Setahun yang lalu juga (pemberian sanksi, red), sudah lama," kata dia.

Sementara TNI telah menegaskan tak akan menoleransi adanya prajurit yang memiliki kelainan orientasi seksual berbeda atau LGBT. Bahkan, Mahkamah Agung menyatakan pihaknya tengah memproses 20 kasus homoseksual di lingkungan TNI yang 16 di antaranya sudah diputus di tingkat kasasi.

Adapun polemik soal LGBT di internal TNI Polri ini diawali dari pernyataaan Ketua Kamar Militer MA Burhan Dahlan yang meminta agar hakim militer ragu memecat para anggota TNI yang LGBT. Permintaan ini disampaikan karena adanya 20 lebih perkara yang pelakunya malah divonis bebas oleh Pengadilan Militer tingkat pertama.

"Ada 20 perkara. Ada Letkol dokter, ada yang baru lulusan Akademi Militer, Letnan Dua," kata Burhan saat berbicara dalam kegiatan Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial pada Empat Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia yang ditayangkan di akun YouTube Mahkamah Agung beberapa waktu lalu.

Menurutnya, prajurit TNI masuk dalam kelompok LGBT ini karena faktor gaya hidup. Selain itu, dia menyebut ada persatuan LGBT di lingkungan TNI-Polri. "Pimpinannya ini Sersan. Anggotanya ada yang Letkol. Ini unik ini," tegasnya.