Tegas Minta Kongres AS Larang Senjata Serbu, Presiden Biden: Demi Tuhan, Berapa Banyak Lagi Pembantaian yang Mau Kita Terima?
Presiden AS Joe Biden. (Wikimedia Commons/Gage Skidmore)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Joe Biden dengan tegas menyatakan cukup, terhadap kekerasan bersenjata, meminta Kongres melarang senjata serbu, memperluas pemeriksaan latar belakang dan menerapkan langkah-langkah pengendalian senjata lainnya, untuk mengatasi penembakan massal yang berulang kali terjadi di negara itu.

Berbicara dari Gedung Putih, dalam pidato yang disiarkan langsung di primetime, Presiden Biden bertanya kepada sebuah negara yang terkejut dengan penembakan baru-baru ini di sebuah sekolah di Texas, sebuah toko kelontong di New York dan sebuah gedung medis di Oklahoma, berapa banyak lagi nyawa yang dibutuhkan untuk mengubah undang-undang senjata di Amerika.

"Demi Tuhan, berapa banyak lagi pembantaian yang mau kita terima?" tanya Presiden Biden, melansir Reuters 3 Juni.

Presiden Biden menggambarkan mengunjungi Uvalde, Texas, di mana penembakan di sekolah terjadi, tepatnya di Robb Elementary School. "Mau tak mau saya berpikir ada terlalu banyak sekolah lain, terlalu banyak tempat sehari-hari lain yang telah menjadi ladang pembantaian, medan perang, di sini, di Amerika Serikat."

Presiden yang berasal dari Partai Demokrat, menyerukan sejumlah tindakan yang ditentang oleh Partai Republik di Kongres, termasuk melarang penjualan senjata serbu dan magasin berkapasitas tinggi, atau, jika itu tidak memungkinkan, menaikkan usia minimum untuk membeli senjata itu menjadi 21 dari 18.

Selain itu, Presiden Biden juga mendesak untuk mencabut perisai kewajiban yang melindungi produsen senjata dari tuntutan atas kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang yang membawa senjata mereka.

"Kita tidak bisa mengecewakan rakyat Amerika lagi," ujarnya, mendesak Partai Republik khususnya di Senat AS untuk mengizinkan RUU dengan tindakan pengendalian senjata untuk dilakukan pemungutan suara.

biden robb elementary school
Presiden Joe Biden saat mengunjungi Robb Elementary Scholl di Texas, Amerika Serikat. (Twitter/@POTUS)

Ditekankan olehnya, jika Kongres tidak bertindak, orang Amerika akan menjadikan masalah ini sentral ketika mereka memberikan suara dalam pemilihan paruh waktu November.

Sementara, lobi senjata yang dilakukan oleh Asosiasi Senapan Nasional mengatakan dalam sebuah pernyataan, proposal Presiden Biden akan melanggar hak-hak pemilik senjata yang taat hukum.

"Ini bukan solusi nyata, bukan kepemimpinan sejati, dan bukan yang dibutuhkan Amerika," katanya.

Amerika Serikat, yang memiliki tingkat kematian senjata yang lebih tinggi daripada negara kaya lainnya, telah diguncang dalam beberapa pekan terakhir oleh penembakan massal 10 warga kulit hitam di bagian utara New York, 19 anak-anak dan dua guru di Texas, dan dua dokter, seorang resepsionis dan pasien di Oklahoma.

Anggota parlemen sedang mencari langkah-langkah untuk memperluas pemeriksaan latar belakang dan mengesahkan undang-undang 'bendera merah', yang akan memungkinkan petugas penegak hukum untuk mengambil senjata dari orang yang menderita penyakit mental.

Tetapi, setiap tindakan baru menghadapi rintangan curam dari Partai Republik, khususnya di Senat, dan langkah untuk melarang senjata serbu tidak memiliki cukup dukungan untuk maju.

Amandemen kedua Konstitusi AS melindungi hak orang Amerika untuk memanggul senjata. Kendati demikian, Presiden Biden mengatakan amandemen itu tidak mutlak, sambil menambahkan bahwa langkah-langkah baru yang dia dukung tidak ditujukan untuk mengambil senjata rakyat.

"Setelah Columbine, setelah Sandy Hook, setelah Charleston, setelah Orlando, setelah Las Vegas, setelah Parkland, tidak ada yang dilakukan," sebut Presiden Biden, menandai daftar penembakan massal selama lebih dari dua dekade.

"Kali ini itu tidak mungkin benar," tandasnya.

Diketahui, lebih dari 18.000 orang telah tewas akibat kekerasan senjata di Amerika Serikat sejauh ini pada tahun 2022, termasuk melalui pembunuhan dan bunuh diri, menurut Arsip Kekerasan Senjata, sebuah kelompok riset nirlaba.