Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku Pemprov DKI akan segera menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pemeriksaan laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2021.

Dalam hal ini, BPK menyematkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Pemprov DKI. Namun, ada sejumlah catatan laporan keuangan yang harus diperbaiki, salah satunya adalah kelebihan bayar gaji hingga pembayaran barang-jasa.

"Semua yang menjadi setiap audit pasti kita tindak lanjuti," kata Anies di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, 31 Mei.

Anies menyebut, Pemprov DKI termasuk dalam instansi yang menindaklanjuti catatan BPK dengan cakupan penyelesaian yang cukup tinggi. Pada tindak lanjut catatan yang termuat dalam pemeriksaan laporan keuangan tahun 2020, Pemprov DKI berhasil menyelesaikan temuan hingga 86,34 persen.

"Jakarta ini, dalam proses audit kita, itu laporan hasil pemeriksaan BPK tindak lanjutnya mencapai angka 86,34 persen. Ini lebih tinggi daripada rata-rata nasional 80,6 persen dan lebih tinggi daripada tahun sebelumnya 77,6 persen," jelas Anies.

Sebelumnya, Kepala Perwakilan BPK Perwakilan DKI Jakarta Dede Sukarjo menyatakan bahwa Pemprov DKI kembali mendapatkan opini WTP atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2021. Predikat WTP ini merupakan kelima kalinya kalinya yang dapat dipertahankan secara berturut-turut sejak tahun 2017.

"Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakikan BPK atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2021, maka BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian.

Dengan demikian, secara berturut-turut dalam lima tahun terakhir ini, Pemprov DKI Jakarta mendapat opini WTP," ucap Dede dalam rapat paripruna.

Meski mendapat predikat WTP, ternyata BPK masih menemukan sejumlah sejumlah laporan keuangan yang perlu mendapat perbaikan.

Pada sisi belanja, BPK menemukan beberapa permaslahan di antaranya kelebihan gaji/tunjangan kerja daerah dan TPP sebesar Rp4,17 miliar, kekurangan pemungutan dan penyetoran BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan sebesar Rp13,53 miliar.

Terdapat kelebihan pembayaran belanja barang dan jasa sebesar Rp3,13 miliar dan kelebihan pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak Rp3,52 miliar.

Selain itu, dari sisi pengelolaan kas daerah, BPK juga menemukan adanya penggunaan rekening kas dan rekening penampungan yang tidak memiliki dasar hukum dan tanpa melalui proses persetujuan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).

Kemudian, pada sisi pendapatan, BPK menemukan adanya kelemahan proses penetapan dan pemungutan pajak daerah yang mengakibatkan kekurangan pendapatan pajak daerah.

Selanjutnya, dalam pengelolaan aset, BPK juga menemukan sejumlah permasalahan, di antaranya kekurangan pemenuhan kewajiban koefisien lantai bangunan (KLB), pencatatan aset tetap ganda, aset tetap belum ditetapkan statusnya, dan

Aset tetap tidak diketahui keberadaannya.

Masih dari sisi aset, BPK juga menemukan adanya pencatatan kartu inventaris barang yang tidak mutakhir, kesalahan klasifikasi aset tetap, aset tanah dikuasai oleh pihak ketiga, tanah dalam sengketa, 3.110 bidang tanah belum bersertifikat, serta pemanfaatan aset tetap oleh pihak ketiga tidak didukung perjanjian kerja sama.

Selain itu, BPK juga menemukan pemberian bantuan sosial KJP plus dan KJMU belum sepenuhnya tepat sasaran, waktu, dan jumlah. Khusus program KJP plus dan KJMU, BPK menemukan permasalahan gagal salur dan gagal distribusi dalam hal ini buku tabungan dan kartu ATM masih tersimpan di Bank DKI.

Karenanya, BPK memberikan waktu kepada Pemprov DKI selama 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diserahkan untuk menindaklanjuti rekomendasi atas temuan yang disampaikan.