Bagikan:

JAKARTA - Partai NasDem buka suara terkait ajakan PKB untuk bergabung dalam koalisi yang akan dibentuk untuk Pilpres 2024. Parpol yang diketuai Surya Paloh itu tidak tertarik berkoalisi dengan PKB, apalagi syaratnya Ketum Muhaimin Iskandar alias Cak Imin jadi capres.

"Sekarang dia (PKB) mau pimpin koalisi dan kemudian ingin jadi calon presiden, ya sudah pasti NasDem tidak tertarik," ujar Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali saat dikonfirmasi, Jumat, 27 Mei.

Menurut Ali, jika syarat yang diajukan PKB seperti itu, maka partai yang dipimpin Cak Imin itu hanya ingin membentuk koalisi untuk dirinya sendiri. Padahal, kata Ali, sebuah koalisi lahir dari berbagai macam pikiran dan aspirasi partai-partai politik yang tergabung.

"Nah ini yang saya katakan, bahwa kita tidak tertarik dengan kelompok macam itu," kata Ali.

Ali menegaskan, koalisi adalah wadah untuk duduk bersama mencari sosok yang pas dan dikehendaki masyarakat, bukan mengedepankan ego. Sebab kata dia, visi koalisi adalah untuk pembangunan nasional bukan semata kekuasaan.

"Maka itu NasDem tidak pernah tertarik berdiskusi dengan kelompok yang mengedepankan kepentingan dirinya," tegas Ali.

Sebelumnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mewacanakan pembentukan koalisi baru terkait Pilpres 2024 dengan menggandeng Partai Nasional Demokrat (NasDem).

"Sangat mungkin (bentuk Koalisi baru, red) karena PKB partai tengah. Artinya masih ada partai tengah lain, misalkan NasDem, setuju jalan, jadi," ujar Jazilul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 25 Mei.

Selain NasDem, PKB juga membuka kemungkinan untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat. Asalkan, PKB yang memimpin poros koalisi dengan Ketua Umum Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai calon presiden.

"Atau juga katakanlah Demokrat, jadi PKB ingin memimpin poros itu," kata Jazilul.

Menurutnya, elektoral Cak Imin berada di papan teratas bursa capres level ketua umum partai. Sehingga PKB percaya diri untuk menjadi pemimpin poros koalisi di Pilpres 2024.

"Kalau PKB sudah jelas capresnya, sudah ada Pak Muhaimin, jadi enggak usah repot-repot diukur dari situ. Misalkan Demokrat, Mas AHY dengan Pak Muhaimin, atau sebaliknya," jelas Jazilul.