Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta yang dibuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, membuat penerimaan pajak tertekan. Namun, saat rem darurat tersebut dilonggarkan penerimaan pajak akan mulai pulih.

Realisasi penerimaan pajak per September 2020 tercatat Rp758,6 triliun. Angka tersebut mengalami kontraksi sebesar 16,9 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp902,79 triliun.

Adapun nilai realisasi penerimaan pajak tersebut 62,6 persen dari target Perpres Nomor 72 Tahun 2020 yang sebesar Rp1.198,8 triliun.

"Di September, ada indikator ekonomi mengalami tekanan karena PSBB yang sempat dilakukan. Kita tetap waspada karena setiap kali ada PSBB, langsung terlihat di tekanan pajak kita," katanya, dalam Konferensi APBN Laporan Periode Realisasi September, Senin, 19 Oktober.

Adupun indikator ekonomi yang disebutkan Sri Mulyani adalah penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri. Pada bulan lalu, jenis pajak ini mengalami pertumbuhan neto yang kontraksi 26,66 persen, dari sebelumnya sempat tumbuh positif 1,6 persen pada Agustus. Hal ini karena adanya penurunan aktivitas di sektor perdagangan dan jasa konstruksi.

Kemudian, penerimaan pajak dari sektor perdagangan pada September, tercatat negatif 33,97 persen. Sebelumnya, penyusutan sektor ini sudah membalik pada Agustus yang berada di level 22,27 persen dari minus 27,73 persen pada Juli. Tekanan dalam ini karena adanya perlambatan aktivitas ekonomi saat pengetatan PSBB di DKI Jakarta.

Sementara pada sektor konstruksi dan real estate, kontraksinya bahkan mencapai 48,59 persen pada bulan lalu, turun signifikan dibandingkan pertumbuhan negatif pada Juli dan Agustus. Masing-masing berada pada level 18,40 persen dan 28,77 persen.

Sri Mulyani mengatakan, penurunan perpajakan ini sangat berkaitan dengan PSBB yang diperketat. Penurunan kegiatan konstruksi dan penjualan properti menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penerimaan pajak dari sektor ini tertekan.

Indikator lain yang sudah menggambarkan dampak pengetatan PSBB adalah mobilitas. Kemenkeu mencatat, pergerakan masyarakat pada bulan lalu terkontraksi 1,87 persen dibandingkan Agustus. 

Penurunan aktivitas terlihat pada berbagai lokasi pusat aktivitas, seperti tempat rekreasi, farmasi, aman dan transportasi. Pengurangan pergerakan terjadi itu merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menangani kesehatan dan perbaikan ekonomi.

"Diakui, dengan PSBB diperketat yang bertujuan mengendalikan kenaikan jumlah COVID-19 di DKI dan sekitarnya, berikan kontribusi penurunan pada akhir September," katanya.

Namun, Sri Mulyani menegaskan, meski beberapa indikator ekonomi menunjukkan perlambatan, pemerintah optimis pertumbuhan kuartal ketiga tetap dapat menunjukkan tren pemulihan dibandingkan kuartal kedua.

"Ini tidak menghilangkan tren positif di kuartal ketiga," katanya.

Seperti diketahui, pemerintah memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III berada pada level minus 2,9 persen sampai minus satu persen. Sedangkan, pada kuartal II, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi yang cukup dalam yaitu 5,3 persen.