Bagikan:

JAKARTA - Burung Maleo, satwa endemik Sulawesi statusnya kini endangered alias terancam karena menghadapi risiko kepunahan di alam liar. Burung yang menjadi ikon provinsi Sulawesi Tengah ini bernama latin. 

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah (BKSDA Sulteng) menyebut burung Maleo dapat ditemukan di kawasan konservasi Taman Nasional Lore Lindu, Suaka Margasatwa Pinjan Tanjung Matop, Suaka Margasatwa Bakiriang, dan Cagar Alam Morowali. 

“Maleo merupakan burung endemik Sulawesi yang unik yang saat ini statusnya genting atau endangered menurut IUCN dan masuk daftar Appendix 1 dari CITES,” demikian keterangan BKSDA Sulteng, Jumat, 16 Oktober. 

Di balik statusnya itu, Burung Maleo merupakan satwa unik. BKSDA menyebut sejumlah fakta mengenai burung ini. 

Pertama, Burung Maleo memiliki tonjolan besar di kepalanya. Fungsinya mendeteksi panas untuk menetaskan telurnya. Tonjolan ini muncul saat maleo sudah dewasa.

Burung Maleo disebut satwa yang setia. Seumur hidupnya, Maleo hanya akan hidup bersama dengan satu pasangan alias monogami. Maleo lebih memilih berdampingan bersama pasangan dan saling menjaga satu sama lain ketimbang berkelompok mencari perlindungan.

“Ketiga, Maleo tidak melewati proses pengeraman karena ukuran telurnya yang cukup besar, bahkan lebih besar dari ukuran tubuhnya sendiri. Jika diestimasi, satu butir telur maleo besarnya sama dengan 5 butir telur ayam,” terang BKSDA Sulteng. 

Keempat, Maleo hidup di tempat yang panas. Untuk mengubur telurnya, maleo membutuhkan suhu bumi dengan panas geotermal tertentu. Karena itu, burung ini hanya bisa hidup di dekat pantai berpasir panas atau daerah pegunungan (dataran tinggi) yang mempunyai sumber mata air panas.

“Meskipun termasuk Aves, ternyata Maleo bukan termasuk burung yang hobi terbang Tidak seperti kawan burung lainnya, maleo justru lebih sering beraktivitas menggunakan kakinya untuk berjalan,” kata BKSDA Sulteng sambil mengingatkan masyarakat ikut menjaga kelestarian hutan.