BADUNG - Menko Polhukam Mahfud MD meminta agar para ahli hukum tidak terjebak pada politik memihak. Ahli hukum harus netral.
Pernyataan ini disampaikan dalam
Simposium Hukum Tata Negara dan Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) di Nusa Dua, Badung, Bali.
"Saya hanya berpesan sedikit yang
sifatnya subtanstif. Pertama saudara sekalian adalah asosiasi ahli hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Jadi saudara harus berpikir jernih sebagai ahli hukum," kata Mahfud MD yang juga Ketua Dewan Pembina APHTN-HAN.
"Kenapa ini penting? Ada dua hal pertama sering kali ahli hukum itu terjebak dalam pandangan-pandangan politik yang memihak itu sering sekali. Sehingga kalau ada sesuatu dia ntara hukum tata negara sendiri ribut kata yang satu begini yang satu begini itu sebenarnya tidak ada apa-apa dan biasa dalam ilmu," imbuhnya.
Bila ahli hukum terliba pada dukung-mendukung, maka netralitas atas kajian atau analisisnya bisa bias.
"Tapi kalau kemudian terlibat dalam dukung mendukung agenda politik yang kemudian tidak jernih keluar dari intelektualitas maka itu tidak bagus. Akan beda bagi saya dan (Menteri) Yasonna karena ini memang pemerintah punya pilihan-pilihan kebijakan yang harus dipertanggung jawabkan. Jadi kalau saya pilih ini, iya bertanggungjawab itu bisa secara politik tapi kalau ilmuwan organisasi akademisi seperti saudara harus jernih," kata Mahfud.
Karenanya penting bagi ahli hukum bersikap netral. Sebab Mahfud menilai bisa saja dalil hukum dikemukakan untuk membela kepentingan politik yang diambil ahli hukum.
“Di dalam melakukan analisis hukum karena kadangkala, kalau sudah punya sikap politik itu lalu analisis hukum salah, memihak yang satu dicari dalilnya ini. Memihak yang sana dalilnya ini dan seterusnya," ujarnya.
BACA JUGA:
"Hukum kan bisa cari-cari dalil saja. Sama juga dengan agama saudara (peserta), agama itu anda mau cari dalil yang keras ada, yang lembut ada, yang menengah ada, tinggal situasi sosial politiknya seperti apa," papar Mahfud MD.
Sementara itu, Menkum HAM Yasonna Laoly mengatakan ada parpol yang tak aktif menjalankan fungsinya.
"Dari 75 partai politik yang terdaftar, banyak yang tidak aktif dan tidak menjalankan fungsi sebagai partai politik dengan baik sehingga bisa berpotensi mengganggu kehidupan demokrasi," ujarnya.
Kemenkum HAM sambung Laoly sudah menggelar rapat dengan KPU. Disepakati, parpol harus terdaftar dalam jangka waktu 2,5 tahun sebelum pelaksanaan Pemilu.
"Tergantung KPU nantinya ada berapa parpol yang bisa ikut pemilu 2024," ujarnya.