JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan pihaknya menjadwalkan pemanggilan terhadap Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Pemanggilan ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono.
"Bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan saudara Boyamin Saiman sebagai saksi dalam perkara dugaan TPPU dengan tersangka BS," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Senin, 16 Mei.
"Yang bersangkutan sebagai Direktur PT Bumirejo," imbuhnya.
KPK meyakini, Boyamin akan hadir dalam jadwal pemeriksaan itu sesuai pernyataannya. Ali menyebut Boyamin juga diyakini bakal kooperatif menjelaskan pengetahuannya dan tak akan menutupi fakta yang ada.
Ditegaskan Ali, penyidik telah memiliki alat bukti seperti keterangan dan bukti lainnya yang berkaitan dengan dugaan pencucian uang Budhi Sarwono.
"KPK meyakini yang bersangkutan akan hadir memenuhi panggilan dan bersikap kooperatif serta saat dihadapan tim penyidik bersikap jujur dan terus terang serta tidak akan menutupi berbagai fakta yang diketahuinya," ujar Ali.
"Tim penyidik sebelumnya telah memiliki alat bukti diantaranya keterangan berbagai pihak dan bukti lainnya terkait dugaan TPPU dimaksud," imbuhnya.
Nantinya, keterangan Boyamin ini bakal dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). "Nantinya juga akan dikonfirmasi dengan berbagai alat bukti dan keterangan seluruh saksi lainnya di depan majelis hakim," ujar Ali.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Boyamin Saiman sebelumnya dipanggil KPK pada Senin, 25 April lalu. Hanya saja, dia tak hadir karena merasa tak menerima surat panggilan dari penyidik.
Namun, pernyataan Boyamin ini lantas dibantah oleh Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri. Kata Ali, surat panggilan sudah dikirimkan seminggu sebelumnya.
Sebagai informasi, KPK telah menetapkan Budhi Sarwono sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan dilakukan setelah penyidik mengembangkan kasus suap di Dinas PUPR dan gratifikasi yang menjeratnya beberapa waktu lalu.
Dalam kasus ini, Budi diduga telah menyembunyikan kekayaannya yang berasal dari dua tindak pidana korupsi itu dan mengubahnya dalam bentuk aset berupa harta bergerak maupun tidak bergerak. Selain itu, KPK telah menyita aset senilai Rp10 miliar.