JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono.
Boyamin akan diperiksa penyidik dalam kapasitasnya sebagai saksi. Dia dijadwalkan untuk diperiksa hari ini, Senin, 25 April.
"Boyamin, Direktur PT Bumi Rejo diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BS," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 25 April.
Belum diketahui apa saja materi pemeriksaan yang akan ditanyakan pada Boyamin. Namun, dia diduga mengetahui perihal dugaan yang menjerat Budhi Sarwono.
Perihal pemanggilan ini, Boyamin mengatakan belum mendapatkan surat panggilan dari KPK. Padahal, sebagai orang yang sering melaporkan dugaan korupsi, dia kerap berkomunikasi dengan lembaga tersebut.
"Surat panggilan, email, atau WhatsApp belum saya terima. Padahal biasanya KPK gampang kontak saya lewat email dan WhatsApp," katanya saat dikonfirmasi lewat pesan singkat.
Boyamin mengatakan dirinya tentu akan datang jika dipanggil secara patut oleh KPK. "Saya sekarang di Solo. Jika benar ada panggilan maka saya akan segera ke Jakarta dan datang ke KPK hari Selasa siang atau Rabu pagi," tegasnya.
"Prinsipnya saya akan datang kapanpun dipanggil," imbuh Boyamin.
Lebih lanjut, Boyamin mengamini jika dirinya memang mengenal Budhi Sarwono yang kini jadi tersangka KPK. Perkenalan keduanya terjadi sejak 2010 lalu.
"Saya mengenal awalnya dari kakaknya yang bernama Budhi Yuwono. Kemudian diteruskan menjadi kuasa hukum dari perusahan keluarga orang tuanya," jelasnya.
BACA JUGA:
"Namun, sejak Budhi Sarwono jadi bupati maka perusahaan tersebut ditarik sepenuhnya saham menjadi milik orang tuanya dan Budi Sarwono tidak punya saham dan tidak jadi pengurus," tambah Boyamin.
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Budhi Sarwono sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan dilakukan setelah penyidik mengembangkan kasus suap di Dinas PUPR dan gratifikasi yang menjeratnya beberapa waktu lalu.
Dalam kasus ini, Budi diduga telah menyembunyikan kekayaannya yang berasal dari dua tindak pidana korupsi itu dan mengubahnya dalam bentuk aset berupa harta bergerak maupun tidak bergerak. Selain itu, KPK telah menyita aset senilai Rp10 miliar.