Kemenperin: Rasio Kepemilikan Mobil di Indonesia 87:1000, Masih Bisa Ditingkatkan Lagi
Ilustrasi. (Foto: Kemenperin)

Bagikan:

JAKARTA - Dirjen Industri Logam, Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier menyebut bahwa industri otomotif memiliki prospek cukup besar untuk tumbuh di pasar ASEAN. Sebab, Indonesia memiliki kontribusi 32 persen dari 9 negara di ASEAN.

Tak hanya itu, kata Taufiek, di pasar Tanah Air pun industri otomotif memiliki potensi untuk tumbuh. Salah satunya, karena rasio mobil di Indonesia masih rendah.

"Kita lihat prospektif ke depan khususnya di ASEAN, kita sebenarnya punya pasar yang sangat besar. Kemudian dari sisi rasio kepemilikan mobil kita di angka 87 mobil per 1.000 sebenarnya bisa digerakan lagi. Ini yang mungkin sebetulnya prospek industri otomotif kita masih besar lagi," tuturnya, dalam Webinar #3 Road to IDF 2021 dengan tema "Prospek Pemulihan Ekonomi Sektor Industri Otomotif Nasional", Rabu, 14 Oktober.

Taufiek mengatakan, rasio tersebut masih dapat digerakkan lagi sehingga menciptakan prospek otomotif Indonesia lebih besar. Selain itu, penjualan mobil di Indonesia mayoritas masih di harga yang cukup terjangkau, yaitu Rp200 juta hingga Rp300 juta. Harga tersebut dipengaruhi oleh GDP per kapita Indonesia yang masih di angka 4.000 dolar AS.

"Peningkatan rasio tersebut beriringan dengan meningkatkan daya beli yakni meningkatkan GDP yang masih 4.000 dolar AS, sementara negara Eropa GDP sudah mencapai 40 ribu hingga 50 ribu dolar AS," jelasnya.

Namun, kata Taufiek, untuk mendukung sektor industri otomotif tumbuh dibutuhkan regulasi. Tak hanya itu, regulasi ini juga akan membantu pemulihan ekonomi di era pandemi COVID-19. Salah satu yang menjadi usulan Kemenperin adalah pembebasan pajak mobil baru hingga nol persen.

"Penentu dari semua ini adalah demand. Bagaimana masyarakat dapat menggerakkan perekonomian ini. Upaya lainnya itu bisa mengusulkan mengurangi pajak daerah sementara hingga Desember (2020) untuk meningkatkan recovery," katanya.

Sebelumnya, kata dia, pemerintah telah mengeluarkan instrumen fiskal untuk pabrik yaitu IOMKI yang menjadi syarat untuk beroperasi di masa pandemi COVID-19 ini. Lalu, dari sisi industrinya dikeluarkan insentif fiskal berupa pengurangan pajak, listrik, harga gas dan biaya-biaya yang bersifat menjadi beban industri juga diusulkan untuk dikurangi.

Sektor otomotif, kata Taufiek, sangat besar dampaknya pada sektor perekonomian nasional. Karena itu tidak heran banyak negara termasuk Indonesia memberikan stimulus ke sektor tersebut. Di antaranya, Spanyol mengeluarkan instrumen hampir 4,2 miliar euro, Prancis sekitar 8 miliar euro, dan Italia hampir 22 miliar euro.

"Jangan sampai pasar yang 80 negara yang sudah kita ekspor itu diambil negara lain. Ini juga jadi perhatian kita supaya kita lebih kompetitif. Jadi kalau industri otomotif kita gerakan dampaknya secara domestik juga ada, diekspor pun kita bisa melakukan ekspansi pasar yang lebih besar lagi," tuturnya.