Sri Mulyani Minta MK Tolak Uji Materi UU Penanganan COVID-19
Menteri Keuangan, Sri Mulyani. (Foto: Setkab)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pembentukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tidak melanggar ketentuan pembentukan undang-undang meski pembahasan dan pengesahannya di DPR dilakukan dalam satu masa sidang.

Sri Mulyani berujar, pembentukan UU Nomor 2 Tahun 2020 tidak melanggar ketentuan pasal 22 ayat 2 UUDasar 1945. Pemerintah juga telah meneliti tidak ada larangan untuk melakukan pembahasan pengesahan Perppu dalam masa persidangan yang sama dengan saat pengajuan RUU oleh pemerintah.

Untuk itu, kata Sri Mulyani, pemerintah berpendapat bawah UU Nomor 2 Tahun 2020 sama sekali tidak merugikan hak konstitusional para pemohon.

"Dengan demikian pemohon tidak dapat memenuhi lima syarat kumulatif terkait kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional untuk mengajukan pengujian undang-undang," ujarnya dalam 'Sidang Mahkamah Konstitusi' secara virtual, di Jakarta, Kamis, 8 Oktober.

Bendahara negara ini mengatakan, pada dasarnya kehadiran UU Nomor 2 Tahun 2020 merupakan upaya pemerintah merespons kondisi pandemi COVID-19. Tujuannya adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia sebagaimana tujuan dari para pendiri bangsa sejak Indonesia merdeka pada 1945.

"Pemerintah memerlukan landasan hukum yang kuat dan pasti untuk penyelamatan kesehatan, melindungi masyarakat dan perekonomian, dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Karena itu pada tanggal 1 April, pemerintah telah menyampaikan RUU tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi undang-undang Nomor 2 Tahun 2020," katanya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang telah mengalami kontraksi dalam di kuartal II. Namun, pemerintah melihat langkah-langkah perbaikan akan mulai terjadi di kuartal III. Karena itu, UU Nomor 2 Tahun 2020 merupakan instrumen yang penting dalam penanganan dampak COVID-19.

"Mencermati kondisi ini pemerintah antisipatif dan adaptif terhadap perkembangan yang ada dalam rangka ini langkah extraordinary yang koordinatif antara BI, OJK dan LPS untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan menjaga keberlangsungan lembaga keuangan bank dan non bank," jelasnya.

Sri Mulyani berujar, bagi pemerintah saat ini keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi bagi negara. Karena itu, ia memohon, majelis hakim Mahkamah Konstitusi memberikan putusan antara lain menerima keterangan presiden secara keseluruhan. 

Selanjutnya, Sri juga memohon majelis hakim MK memutuskan menyatakan bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing.

"Yang mulia majelis hakim MK, memberikan putusan dengan menolak permohonan pengujian para pemohon seluruhnya atau setidaknya menyatakan permohonan pengujian para pemohon tidak dapat diterima," tuturnya.