Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Kota Mariupol, Ukraina berharap dapat mengevakuasi sekitar 6.000 wanita, anak-anak dan lansia dari kota tersebut pada Hari Rabu, jika kesepakatan awal dengan Rusia berlaku.

Wali Kota Mariupol Vadym Boichenko, yang telah meninggalkan Mariupol, mengatakan 90 bus sedang menunggu untuk menuju ke kota pelabuhan selatan yang hancur itu. Dia memperingatkan, perjanjian itu masih hanya pengaturan awal dengan sekitar 100.000 warga sipil tetap di sana.

Jika kesepakatan itu berlaku, itu akan menjadi kesepakatan pertama yang dicapai untuk menciptakan koridor yang aman, bagi warga sipil untuk melarikan diri dari Mariupol ke kota-kota Ukraina lainnya sejak 5 Maret.

Namun, kesepakatan itu dengan cepat runtuh, dan banyak penduduk telah terperangkap di sana selama berminggu-minggu tanpa listrik, air mengalir dan perlengkapan lainnya.

"Kami berencana mengirim bus ke Mariupol tetapi untuk saat ini hanya kesepakatan awal," ujar Boichenko di televisi nasional, melansir Reuters 20 April.

Lebih jauh diterangkannya, puluhan ribu orang telah tewas di kota di sisi Laut Azov, yang sebagian besar telah hancur sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari. Jumlahnya tidak dapat diverifikasi oleh Reuters.

Sementara, Rusia menyangkal sengaja menargetkan warga sipil dan tidak ada kabar langsung dari Moskow apakah koridor kemanusiaan akan didirikan di Mariupol.

"Mengingat situasi bencana kemanusiaan di Mariupol, di sinilah kami akan memfokuskan upaya kami hari ini," tulis Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk di Facebook, menambahkan orang yang ingin meninggalkan Mariupol harus berkumpul di kota pada pukul 2 siang. (1100 GMT).

"Mengingat situasi keamanan yang sangat sulit, perubahan dapat terjadi selama aksi koridor," tandasnya.

Diketahui, Mariupol, rumah bagi lebih dari 400.000 orang sebelum perang, merupakan pelabuhan penting untuk ekspor industri dan pertanian, lokasi beberapa pabrik logam terbesar di Ukraina.

Pendudukkannya akan memberi Rusia kendali penuh atas pantai Laut Azov, dan jembatan darat yang aman untuk menghubungkan daratan Rusia dan wilayah separatis pro-Rusia di timur, dengan semenanjung Krimea yang direbut dan dicaplok Moskow pada 2014.

Liudmyla Denisova, ombudswoman Ukraina untuk hak asasi manusia pekan lalu mengatakan, Rusia telah 'mengambil' 134.000 orang dari daerah Mariupol yang sekarang dikuasainya, dengan 33.000 di antaranya dideportasi secara paksa. Reuters tidak dapat menentukan keakuratan statistik tersebut. Selain itu, Rusia mengatakan pihaknya menawarkan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang ingin meninggalkan Mariupol.