Bagikan:

PONTIANAK - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat kembali menyelesaikan tiga perkara melalui keadilan restoratif sesuai asas kebermanfaatan yang diajukan oleh Kejari Pontianak, Sambas dan Ketapang.

"Kami akan terus mengupayakan perkara-perkara yang memenuhi syarat agar dapat diselesaikan secara restorative justice untuk ke depannya," kata Kajati Kalbar, Masyhudi dalam keterangan tertulisnya di Pontianak, Rabu 20 April.

Dengan demikian sampai dengan April 2022 ini Kejati Kalbar telah berhasil melaksanakan keadilan restoratif, sebuah pendekatan yang ingin mengurangi kejahatan dengan menggelar pertemuan antara korban dan terdakwa, sebanyak 11 perkara.

Kemudian juga ada tiga perkara yang dilakukan penghentian penuntutan.

Adapun ketiga perkara itu, yakni perkara tindak pidana penganiayaan atas nama tersangka Tengku Nazri Nur Hafidiah yang ditangani Kejari Pontianak, perkara tindak pidana percobaan pencurian atas nama tersangka Tomi alias Tongay yang ditangani Kejari Sambas, dan perkara tindak pidana penggelapan atas nama tersangka Heru Amanda alias Heru Bin Marhatip ditangani Kejari Ketapang.

Alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, karena para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana atau belum pernah dihukum, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, dan telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan maaf.

Kemudian, tersangka berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.

Dikutip Antara, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, kemudian pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif, katanya.

Bahwa terhadap tiga perkara yang diajukan untuk diselesaikan secara keadilan restoratif tersebut oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum disetujui untuk dihentikan.

Masyhudi menambahkan, ketiga perkara tersebut memang layak untuk diselesaikan secara keadilan restoratif dan jaksa sesuai petunjuk pimpinan diharapkan dapat menyelesaikan perkara dengan penekanan hukum menggunakan hati nurani dan tentunya dilihat tujuan hukum itu sendiri dari asas kemanfaatannya, keadilan yang menyentuh masyarakat.