MAKASSAR - Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto, menampik kabar adanya keterlibatan dia dalam kasus korupsi proyek pembangunan RS Batua.
"Saya bersahabat dengan Erwin (terdakwa) tapi saya tidak ikut campur dalam segala macam bentuk proyek, bisa dicek itu," ujarnya, saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Makassar, dilansir Antara, Senin, 18 April.
Ia mengatakan, mangkraknya pembangunan RS Batua sejak 2018 itu karena adanya badai politik di akhir masa jabatannya yakni 2019. Ia mengaku jika sejak menjabat wali kota, baik di periode pertamanya yakni 2014-2019 tidak sekali pun mengurus proyek untuk diberikan kepada sahabat-sahabatnya.
Bahkan dia mengakui jika salah seorang konsultannya saat membangun perusahaan yang sama ikut dalam lelang proyek RS Batua, tetapi tidak menang dan itu tidak dicampurinya.
"Saya punya sahabat, konsultan saya dulu di perusahaan, ikut lelang dan kalah. Apakah saya campuri itu, tidak sama sekali dan orang lain yang menangkan, rezekinya orang itu," katanya.
Salah satu terdakwa dalam kasus itu dr Sri Rahmayani Malik selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) mengungkapkan, selain dirinya dua terdakwa lainnya pernah bertemu dengan dia di rumah jabatannya, terkait proyek RS Batua.
Dua terdakwa yang dimaksud yaitu, bekas Kepala Dinas Kesehatan Makassar, dr Naisyah Tun Azikin, dan Erwin Hatta selaku direktur PT Tri Mitra Sukses Sejahtera, di rumah dinas wali kota Makassar.
Terdakwa Hatta juga merupakan saudara kandung dari Andi Ilham Hatta Sulolipu sebagai kuasa Direktur PT Sultana Nugraha, atau pemenang tender proyek RS Batua. Bahkan Malik sempat menyinggung kedekatan dia dan Hatta yang sudah seperti seorang sahabat.
BACA JUGA:
Sebelumnya, dalam kasus korupsi berjamaah itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp22 miliar. Proyek pembangunan rumah sakit tipe C terletak di Jalan Abdulah Daeng Sirua dianggarkan APBD sebesar Rp25,5 miliar, dan dimulai pada 2018.
Kasus ini mulai diusut pada Desember 2020 oleh pihak kepolisian, berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
Adapun terdakwa dalam kasus itu dimulai dari Azikin selaku kuasa pengguna anggaran, Malik (PNS Pemkot Makassar yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen), Muh Alwi (PNS Pemkot Makassar selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan), lalu Firman Marwan (PNS Pemkot Makassar atau pejabat pemeriksaan hasil pekerjaan).
Selanjutnya adalah Hamsaruddin, Mediswaty, dan Andi Sahar (anggota Pokja ULP Makassar), Sulolipu, dan Muhammad Kadafi Marikar (direktur PT Sultana Nugraha).
Kemudian Anjas Prasetya Runtulalo, Dantje Runtulalo, dan Ruspiyanto selaku konsultan dan inspektur pengawasan CV Sukma Lestari.