Divonis 1 Tahun 3 Bulan Penjara, Napi Kasus Korupsi RS Batua Makassar Belum Masuk Bui
Ilustrasi - Suasana aktivitas di halaman Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Makassar, Sulawesi Selatan. ANTARA/Darwin Fatir.

Bagikan:

MAKASSAR - Salah seorang terpidana kasus korupsi, Erwin Hatta Sololipu, belum ditahan usai divonis 1 tahun 3 bulan pidana penjara dan denda Rp50 juta oleh Majelis Hakim Tipikor atas perkara proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Batua Makassar, Sulawesi Selatan.

"Iya, sampai sekarang ini yang bersangkutan belum ditahan," ujar Kepala Bagian Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Makassar Arman dikutip ANTARA, Senin, 7 Februari.

Dia tidak menjelaskan penyebab terpidana yang juga Ketua Asprov PSSI Sulsel itu, masih bebas di luar Lapas.

Namun demikian, dari 13 terpidana dalam kasus tersebut, 12 orang terpidana lainnya telah menjalani penahanan di Lapas Kelas I Makassar.

Mereka yakni mantan Kepala Dinas Kesehatan Makassar, Andi Naisyah Tunur Ania, selaku pengguna anggaran (PA). Sri Rimayani sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), M Alwi selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), Hamsaruddin, Andi Sahar, Mediawati selaku Pokja III Setda Kota Makassar.

Selanjutnya, terpidana Firman Marwan sebagai panitia penerima hasil pekerjaan (PPHP), Dantje Runtulalo Wakil Direktur CV Sukma Lestari, dan Anjas Prasetya Runtulalo beserta Ruspianto sebagai pengawas lapangan dan proyek.

Kemudian, Direktur PT Sultana Anugrah Muhammad Kadafi Marikar, Kuasa Direksi PT Sultana Anugrah Andi Ilham Hatta Sulolipu, keduanya merupakan rekanan pelaksana dalam proyek tersebut

"Kalau untuk 12 orang ini sudah ditahan, kecuali saudara Erwin Hatta tidak pernah masuk Lapad dan sampai saat ini belum datang," ungkap Arman.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi Kadir Wokanubun, mempertanyakan seorang napi belum ditahan.

Pihaknya mendesak jaksa eksekutor mengeksekusi putusan banding Pengadilan Tinggi Makassar yang menolak bandingnya pada 31 Agustus 2022 lalu.

"Amar putusan sangat jelas, untuk terdakwa tetap ditahan di Rumah Tahanan negara. Sebab, itu merupakan putusan produk hukum. Mestinya jaksa mengeksekusi putusan PT. Soal kasasi diajukan penasehat hukumnya, itu nanti, kan itu upaya mereka. Jangan sampai ini menjadi agin segar bagi para koruptor," papar Kadir.

Sebelumnya, kasus korupsi berjamaah tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp22 miliar. Proyek pembangunan RS Batua Tipe C di Jalan Abdulah Daeng Sirua dianggarkan APBD sebesar Rp25,5 miliar sejak tahun 2018.

Kasus ini mulai diusut pada Desember 2020 oleh kepolisian karena dari hasil pemeriksaan BPK ditemukan ada kerugian besar.