JAKARTA - Pengacara Gubernur Sulawesi Selatan (Susel) nonaktif Nurdin Abdullah menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar yang memvonis kliennya 5 tahun penjara. Tapi pengacara menegaskan, Nurdin Abdullah tak tahu menahu soal uang yang dinyatakan majelis hakim terbukti sebagai suap dan gratifikasi.
“Kami menghormati putusan majelis hakim. Apa yang diputuskan berdasarkan mungkin kepentingan dari majelis hakim, bahwa apa yang mereka putuskan itu itulah yang terbaik menurut majelis hakim,” ujar pengacara Nurdin Abdullah, Arman Hanis kepada wartawan, Senin, 29 November.
Namun dalam catatan pengacara, majelis hakim tidak mempertimbangkan keterangan terdakwa lainnya yakni Edy Rahmat dan Edy Sucipto yang menyebut Nurdin Abdullah tak tahu soal pemberian uang Rp2,5 miliar.
“Artinya dalam hal ini Pak Nurdin sama sekali tidak mengetahui uang yang Rp2,5 miliar itu. Nah itu menurut kami itu salah satu yang berdasarkan fakta yang ada majelis hakim tidak melihat itu,” sambung Arman.
Tapi pihak pengacara termasuk Nurdin Abdullah masih pikir-pikir atas putusan hakim. Soal upaya banding masih akan dipertimbangkan.
“(Banding) itu belum kami putuskan, Pak Nurdin tadi juga menyampaikan bahwa pikir-pikir. Semua akan kami pertimbangkan dan kami akan diskusikan kembali dengan klien kami dengan Pak Nurdin dan keluarga,” katanya.
BACA JUGA:
Nurdin Abdullah Divonis 5 Tahun Bui
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Nurdin Abdullah terbukti menerima suap dan gratifikasi senilai 350 ribu dolar Singapura dan Rp8,087 miliar.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Nurdin Abdullah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama dan kedua. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Ibrahim, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar dikutip Antara, Senin, 29 November malam.
Sidang dilakukan dengan menggunakan fasilitas teleconference, dengan Nurdin Abdullah mengikuti sidang dari Gedung KPK Jakarta, sedangkan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dan sebagian penasihat hukum hadir di Pengadilan Negeri Makassar, Sulsel.
Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Nurdin Abdullah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Nurdin dinyatakan terbukti melakukan dua dakwaan, yaitu dakwaan kesatu pertama dari Pasal 12 huruf a UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan dakwaan kedua Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp2,187 miliar dan 350 ribu dolar Singapura selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap," kata hakim.
Bila Nurdin Abdullah tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda Nurdin akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 3 tahun," ujar hakim.