JAKARTA - Jalan salib hidup memperingati penderitaan yang dijalani Yesus Kristus dan merujuk pada penggambaran masa-masa terakhir, terpaksa ditiadakan dalam perayaan Jumat Agung di Kota Ambon akibat pandemi COVID-19.
Pastor Paroki Katedral, Paul Kalkoy khawatir dengan risiko kalau jalan salib hidup itu tetap dilakukan,a akn cukup besar karena melibatkan banyak orang.
“Karena bukan hal yang mudah jika jalan salib hidup dilakukan dalam situasi pandemi ini. Sehingga kita harus batasi karena itu kan kita melibatkan banyak orang dan itu lintas Paroki dan lintas Gereja Katolik," kata Pastor Paroki Katedral, Paul Kalkoy, di Ambon, Jumat 15 April dikutip dari Antara.
Jalan salib hidup sebelumnya dulu sering dilakukan di Kota Ambon. Dan rutenya melintasi setiap gereja.
“Jalan salib hidup sebenarnya sudah beberapa tahun tidak jalan, jadi terakhir itu tahun 2018 baru kemudian masuk dalam pandemi,” kata Paul Kalkoy.
Selain itu, karena mengingat masih adanya pandemi COVID-19 di Kota Ambon, gereja Katedral Ambon juga membatasi kunjungan dalam ibadah Jumat Agung tahun ini.
“Kita tetap ada buat virtual karena apa pun yang terjadi ada orang tua atau anak-anak yang tetap masih kita terapkan protokol kesehatan ketat. Jadi untuk orang tua dan anak-anak kita masih belum bisa untuk datang ke gereja karena itu sampai saat ini tetap kita buat virtual untuk melayani mereka hari ini,” terangnya.
Untuk pelayanan sakramen, setelah hari Minggu baru kemudian diantar oleh tim paroki untuk melayani mereka di rumah masing-masing.
BACA JUGA:
Ibadat ini memberikan narasi atau penggambaran jam-jam terakhir kehidupan Yesus Kristus di dunia yang penuh dengan penderitaan. Bagi umat Katolik, Jalan Salib merupakan pengingat kerelaan Yesus mengesampingkan otoritas ilahi-Nya untuk menyelamatkan manusia melalui pengorbanan-Nya.
Dalam bahasa Latin Jalan Salib disebut dengan Via Crucis atau Via Dolorosa yang berarti Jalan Penderitaan. Ibadat Jalan Salib merupakan salah satu devosi Katolik yang mana bentuk doa ini bukan bagian resmi liturgi umum Gereja tetapi menjadi bagian dari praktik-praktik kerohanian yang terkenal dari umat Katolik.
Bila dilihat ke masa silam, devosi Jalan Salib telah berakar lama dalam Gereja Katolik, yang diawali dengan tradisi para peziarah yang mengunjungi Yerusalem. Sejak abad keempat, pada zaman Kaisar Konstantin, para peziarah telah mempunyai tradisi berdoa merenungkan sengsara Yesus.
Mereka, termasuk Bunda Maria, ibunya Yesus, dikatakan menyusuri rute perjalanan sengsara yang dialami Yesus. Pada awalnya tradisi tersebut hanya berkembang di Yerusalem dan daerah sekitarnya hingga pada abad ke-12 ibadat Jalan Salib baru mulai masuk ke dunia barat.