Bagikan:

JAKARTA - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mendesak Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar mundur dari jabatannya.

Pengunduran diri ini penting karena pelanggaran etik yang dilakukan Lili jadi sorotan semua pihak, termasuk Amerika. Hal ini disampaikan Boyamin menanggapi laporan praktik Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat (AS) melalui Departemen Luar Negeri (Deplu).

"Saya minta, mengimbau Bu Lili untuk mundur dari KPK karena ini akan terus jadi sorotan negara modern, negara lain, dan sorotan masyarakat karena Bu Lili menjadi tidak berguna dan tidak bermanfaat bagi KPK," kata Boyamin dalam keterangannya kepada VOI, Sabtu, 16 April.

Boyamin juga mengatakan wajar jika pelanggaran etik yang dilakukan Lili jadi sorotan banyak pihak, terutama Amerika sebagai negara maju. Sebab, tidak lazim ketika ada seorang pejabat negara yang melanggar etik tapi dia memilih tidak mundur.

"Apalagi (pelanggarannya, red) berulang-ulang dan tidak hanya melanggar etik tapi dengan tebal muka tidak mundur, dengan tebal muka tetap bertahan di jabatannya," tegas pegiat antikorupsi ini.

Diberitakan sebelumnya, Amerika Serikat menyoroti perihal pelanggaran etik yang dilakukan oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

Lewat laporannya, negeri Paman Sam ini menyebut Lili telah dinyatakan melanggar etik pada 30 Agustus 2021 karena melakukan kontak dengan pihak berperkara di KPK yaitu mantan Wali Kota Tanjungbalai yang terlibat kasus suap. Dia dinilai memanfaatkan jabatannya dan atas perbuatannya dihukum pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen.

"Dewan memutuskan Siregar memiliki kontak yang tidak pantas dengan subjek investigasi untuk keuntungan pribadinya sendiri dan memberlakukan pengurangan gaji satu tahun, 40 persen untuk Siregar atas pelanggaran tersebut," tulis laporan berbahasa Inggris tersebut.

Tak hanya itu, laporan tersebut juga menyinggung perihal Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk mengalihkan status pegawai mereka menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Namun, ujungnya, 75 pegawai gagal termasuk sejumlah penyidik kawakan termasuk yang menangani kasus korupsi mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan mantan Menteri Kelautan Edhy Prabowo.

Para pegawai yang tidak lolos itu, masih dari laporan yang dikeluarkan Amerika, adalah mereka yang kerap mengkritisi pimpinan KPK dan perubahan undang-undang lembaga tersebut.

"LSM dan media melaporkan tes itu adalah strategi untuk memecat sejumlah penyidik, termasuk Novel Baswedan, penyidik kawakan yang berhasil memenjarakan Wakil Ketua DPR RI dan diserang menggunakan air keras oleh dua anggota polisi."