PPATK: Pencucian Uang Paling Banyak Ditemukan di Kasus Korupsi, Narkoba Nomor Dua
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana/DOK VIA ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan kasus pencucian uang di Indonesia paling banyak ditemukan dalam tindak pidana jenis korupsi dan tindak pidana narkotika.

"Tindak pidana korupsi dan narkotika itu adalah kedua hasil peta risiko National Risk Assesment (NRA) kami dan ini sudah diubah beberapa kali metodenya sampai tiga kali dan menunjukkan hasil yang sama," ujar Ivan dilansir Antara, Kamis, 14 April.

Selain kedua tindak pidana tersebut, kasus pencucian uang ditemukan dalam tindak pidana kejahatan kehutanan, perpajakan, perbankan, pasar modal, dan lain-lain.

Seluruh tindak pidana tersebut menjadi tantangan PPATK yang diformulasikan berdasarkan NRA yang dibuat bersama dengan 18 instansi lainnya.

NRA pencucian uang sudah dilaksanakan sejak tahun 2015 dan semenjak itu kasus pencucian uang memang cenderung ditemukan dalam tindak pidana korupsi dan narkotika.

"Indonesia tidak sendiri, beberapa negara juga menemukan hasil yang sama terkait tindak pidana yang paling banyak ditemukan kasus pencucian uangnya," tuturnya.

Ivan menegaskan tindak pidana korupsi harus dieksplorasi lebih jauh agar menemukan kasus pencucian uang lainnya yang belum terungkap.

Pencucian uang adalah upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dan atau tujuan penggunaan harta kekayaan dari hasil tindak pidana, sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari aktivitas yang sah.

Tujuan dari pencucian uang adalah menyembunyikan uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan, menghindari tuntutan hukum, serta meningkatkan keuntungan secara tidak sah.