Formappi: Pengesahan RUU Cipta Kerja Terburu-buru untuk Siapa?
Baleg DPR RI dan sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju berfoto usai selesainya rapat kerja pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Foto: Situs DPR RI)

Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai pemerintah dan DPR RI sengaja mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja di tengah pandemi COVID-19 karena ada agenda tersembunyi di baliknya. Penilaian ini muncul, karena dirinya melihat DPR RI tetap nekad melakukan pembahasan di tengah banyaknya penolakan dan minimnya partisipasi publik dalam pembahasan rancangan perundangan ini.

"Ketika DPR dan Pemerintah dengan sengaja mempercepat pengesahan di tengah situasi pandemi saat ini, dengan begitu banyak suara penolakan yang disampaikan publik, itu tanda bahwa ada agenda tersembunyi DPR dan pemerintah yang bisa jadi sulit untuk dikompromi lagi," kata Lucius saat dihubungi VOI, Senin, 5 Oktober.

Terburu-burunya pembahasan hingga lolosnya perundangan ini di tahap I atau dari pembahasan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI juga menimbulkan pertanyaan bagi dirinya. Menurut Lucius, jika masyarakat selama ini melakukan penolakan terhadap rancangan perundangan ini, lantas, untuk siapa perundangan ini sengaja disahkan secara cepat.

"Artinya kalau publik banyak menolak dan DPR serta pemerintah jalan terus dengan agenda mengesahkan terburu-buru kan kita jadi bertanya, untuk siapa dong pengesahan itu dilakukan cepat-cepat? Kalau untuk publik pasti tidak nyambung dong karena publiknya saja belum setuju kok," tegasnya.

Sehingga, berkaca dari hal tersebut, dia kemudian menduga rancangan perundangan ini dibahas kilat karena ada pihak tertentu yang sengaja memesannya.

"Bisa jadi elite politik tertentu, bisa juga konglomerat, dan bisa juga kongkalikong antara penguasa dan pengusaha. Bisa itu," ujarnya.

Seperti diketahui, selangkah lagi RUU Omnibus Law Cipta Kerja bakal mendapat pengesahan. Lewat rapat kerja yang diselenggarakan pada Sabtu malam, 3 Oktober lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah telah menyetujui draf RUU tersebut.

Dalam rapat tersebut, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas meminta persetujuan para fraksi agar RUU Cipta Kerja dilanjutkan ke pengambilan keputusan tingkat II.

"Saya minta persetujuan kepada seluruh anggota dan pemerintah. Apakah RUU Cipta Kerja ini bisa kita setujui untuk diteruskan pengambilan keputusannya di tingkat selanjutnya?" kata Supratman.

"Setuju," sambut para peserta rapat.

Pengambilan keputusan pengesahan tingkat pertama RUU Cipta Kerja hampir disetujui seluruh fraksi di DPR. Sementara, Fraksi Partai Demokrat dan PKS menyatakan menolak RUU Cipta Kerja. 

Terkait penolakan dua fraksi, hal ini disampaikan dalam sesi tanggapan. Fraksi Demokrat yang diwakili Hinca Pandjaitan menilai masih banyak hal yang harus dibahas secara mendalam tak terburu-buru.

"Izinkan kami Partai Demokrat menyatakan menolak RUU Cipta Kerja ini. Kami menilai banyak yang harus dibahas kembali secara mendalam dan komperhensif," kata Hinca.

Fraksi PKS juga punya pandangan serupa dengan Demokrat. Menurut perwakilan Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah, rancangan perundangan ini harusnya dibahas dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian.

Menurutnya, PKS menyoroti soal waktu yang pendek dalam pembahasan DIM sehingga menimbulkan ketidakoptimalan dalam mengambil keputusan. Pembatasan di masa pandemi COVID-19 juga dianggapnya membatasi masyarakat dalam ikut serta dalam mengawasi pembahasannya.

Kemudian, RUU Ciptaker ini juga dianggap tak tepat dalam membaca situasi, tidak akurat, dan tidak pas dalam penyusunan. Meskipun disebut soal investasi, yang diatur dalam perundangan itu bukanlah masalah yang jadi penghambat investasi.