Donald Trump Positif COVID-19, Joe Biden Bisa Kena Juga?
Presiden AS, Donald Trump. (Foto: Instagram @realdonaldtrump)

Bagikan:

JAKARTA - Perekonomian global dan nasional masih penuh dengan ketidakpastian. Hal ini karena, masalah utama di sektor kesehatan yaitu pandemi COVID-19 belum dapat teratasi.

Di tengah permasalahan tersebut, pemerintah juga harus mewaspadai dampak yang akan timbul dari kabar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang positif terinfeksi COVID-19.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual mengatakan, kabar bahwa orang nomor satu di negeri Paman Sam ini terinfeksi virus, tentu saja akan menambah ketidakpastian mengenai perkonomian Indonesia.

Pascakabar Trump dinyatakan positif COVID-19, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah. Rupiah akhir pekan ini ditutup melemah 0,20 persen atau 30 poin ke level Rp14.865 per dolar AS.

Menurut dia, kondisi itu disebabkan semakin khawatirnya pelaku pasar keuangan terhadap ketidakpastian penanganan COVID-19 di AS.  Akibatnya, pelaku pasar kembali terus meninggalkan aset-aset yang dianggap berisiko seperti rupiah dan kembali lebih memilih memegang dolar tunai. Dengan begitu, nilai dolar terus naik.

"Ketidakpastiannya tinggi sekali. Siang ini Trump kena COVID-19, pasar saham Indonesia melemah, rupiah juga. Itu semua pasti ada konsekuensinya," tuturnya, dalam acara Dialogue KiTa secara virtual, Jumat, 2 Oktober.

Apalagi, kata dia, ekonomi Indonesia saat ini masih belum menunjukkan adanya perbaikan yang sesuai harapan. Tak hanya itu, David mengaku khawatir, karena saat debat presiden di AS kemarin tidak satu pun calon, baik Trump dan Joe Biden menggunakan masker sebagai alat perlindungan diri (APD).

"Apalagi saat debat kedua kandidat enggak pakai masker. Bisa saja Biden dites kena juga. Jadi ini kondisi ketidakpastian mulai dari politik di AS, pasar modal, ada pengaruhnya," ucapnya.

David berharap, pemerintah segera memiliki rencana mitigasi dampak yang berasal dari ketidakpastian di luar COVID-19. Salah satunya, politik Amerika Serikat.

"Kondisi politik Amerika dan pasar modal ada pengaruh pasti. Kedua, trade war persoalan juga, karena ini menyebabkan angka perdagangan global terus menurun. Jadi harga komoditas berpengaruh juga," katanya.