JAKARTA - Armenia menarik duta besarnya di Israel. Ini dilakukan sebagai respons Armenia setelah Israel diketahui melakukan pengiriman senjata ke Azerbaijan.
Azebaijan mengaku telah menggunakan senjata buatan Israel dalam perang melawan pasukan etnik Armenia di sekitar Nagorno-Karabakh. Sepekan terakhir, peperangan memanas dan mengundang respons dunia internasional soal gencatan senjata.
Kementerian Luar Negeri Armenia Anna Naghdalyan mengatakan "cara kerja Israel tak dapat diterima. Kementerian harus membawa pulang duta besarnya di Israel." Sementara, Kementerian Luar Negeri Israel menyesali keputusan Armenia menarik dubesnya.
"Israel mementingkan hubungan kami dengan Armenia dan menganggap Kedutaan Besar Armenia di Israel sebagai sarana utama mempromosikan hubungan tersebut demi kepentingan bersama," tertulis dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri, dikutip Jumat, 2 Oktober.
Ditanyai soal penjualan senjata ke Azerbaijan, juru bicara Kementerian Pertahanan Israel bungkam. Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), yang meneliti konflik dan persenjataan, mengungkap bahwa Israel telah menyediakan senjata senilai 825 dolar AS (sekitar Rp12,2 triliun) untuk Azerbaijan antara 2006-2019.
BACA JUGA:
Ekspor tersebut mencakup pesawat nirawak, amunisi, rudal anti-tank dan sistem rudal darat ke udara. Seluruh data didapat dari Basis Data Pengiriman Senjata SIPRI.
Secara terpisah, dalam wawancara dengan situs berita Walla pada Rabu, 30 September, ajudan Presiden Hikmat Hajiyev mengatakan Azerbaijan menggunakan 'sejumlah' pesawat nirawak buatan Israel dalam perang di wilayah Nagorno-Karabakh. "(Kami) memiliki salah satu armada (drone) terkuat di kawasan," katanya.
"Dan di antaranya merupakan buatan Israel. Kami juga memiliki 'drone' yang lain. Tetapi kebanyakan buatan Israel, termasuk drone penyerang dan pengintai, dan drone kamikaze 'Harop', (yang) terbukti sangat ampuh," kata Hajiyev.